Presiden sepertinya sudah merasakan akan terjadinya tsunami politik yang akan menerjangnya. Belakang ini terus bermunculan narasi politiknya yang aneh, terkesan lepas kontrol sebagai kepala negara apalagi sebagai negarawan yang harus menjaga negara tetap dalam ketenangan, kedamaian dan tetap berjalan sesuai kiblat dan tujuan negara.
Ketika dalam kondisi kedodoran akibat kelola negara yang amburadul, menyimpang dari konstitusi justru terus muncul pidato pidato anomali, hanya membela diri dengan narasi pembenaran.
Presiden dalam berbagai kesempatan terus mengiba, meminta dan berharap penggantinya yang akan datang harus memiliki semangat keberlanjutan. “Jangan sampai saat ganti pemimpin ganti visi, ganti orientasi sehingga kita harus mulai semuanya dari awal lagi”
Terjadi halusinasi atau alienasi merasa visinya selama ini telah benar, lurus dan konsisten dengan arah tujuan negara.
Fakta berbicara lain bahwa nafas kehidupan negara tinggal tergantung pada utang. Keributan soal perampasan tanah dan gejolak perlawanan rakyat terjadi dimana-mana, melawan para bandit pengusaha asing, justru harus benturan dengan aparat keamanan yang sudah menyerah perintah Oligargi melalui budak budaknya.
Sektor ekonomi riil hancur, BUMN berantakan, visi pembangunan apalagi yang tersisa selain kerusakan, yang dipastikan akan berbalik arah menjadi kekuatan rakyat melawan kekuasaan yang otoriter, otomatis akan mengancam presiden.
Pikiran presiden menjadi liar, akibat ketakutan yang akut, kegagalannya mengelola dan mengendalikan negara ini beresiko macam macam termasuk resiko hukum, menyelinap dalam pikiran waw was dan ketakutan yang mendalam.
Terjadinya tanda tanda “Catastrophizing” adalah fenomena yang terjadi ketika seseorang memiliki pikiran dan ucapannya menjadi irasional, akibat pikiran yang kalut dibayangi sesuatu yang hendak terjadi adalah hal yang sangat buruk akan terjadi dan menimpa dirinya.
Ketika seseorang mengalami Catastrophizing, ia merasa sangat ketakutan dan ketika mencoba untuk menghindaran dari peristiwa-peristiwa yang dirasa akan berujung sama dengan pemikiran negatif dan kalut.
Hal ini tentu akan mengganggu fungsi maupun peran sosialnya dalam melakukan interaksi dengan orang lain. Bahkan bisa membuat seseorang tidak lagi mampu mengontrol dirinya.
Mengira seruannya untuk melanjutkan visi misi dan kebijakannya selama ini didengar dan akan dilanjutkan oleh pemimpin selanjutnya. Semua keinginan dan pidato akan di campakkan oleh masyarakat.
Disinilah presiden yang sudah terserang Catastrophizing dimulai dengan memprediksi hasil negatif kemudian pikiran melompat pada kesimpulan yang apabila hasil negatif itu terjadi maka akan menjadi bencana.
Secara umum, seseorang yang mengalami Catastrophizing cenderung untuk memikirkan masalah dan dampak negatifnya secara terus-menerus tanpa berfokus penyelesaian masalah atau disebut dengan “ruminasi”.
Selanjutnya, ia akan melebih-lebihkan pemikiran tersebut jauh lebih besar dari seharusnya, irasional dan tidak proporsional disebut magnifikasi.
Catatrophizing seringkali terjadi pada saat seseorang mengalami, tekanan yang berat, kelelahan , kejenuhan atau stres, prilakunya tanpa kontrol.
Terakhir adalah “helplessness” atau ketidak berdayaan dan ahirnya harus menyerah kepada keadaan dan realitas yang terjadi, dengan segala akibat dan resikonya. ***
Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Merah
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.