Pahlawan nasional pertama Republik Indonesia ternyata bukan Soekarno atau Mohammad Hatta, melainkan Abdoel Moeis.
Abdoel Moeis merupakan penulis novel Salah Asuhan yang sudah diangkat ke layar lebar. Selain sastrawan, ia juga seorang wartawan dan politikus.
Abdoel Moeis lahir di Sungai Pua, Agam, Sumatera Barat pada 3 Juli 1886, putra dari Datuk Toemanggoeng Sultan Sulaiman.
Abdoel Moeis menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) pada zaman Hindia Belanda, lalu melanjutkan sekolah kedokteran STOVIA di Batavia.
Namun, ia tidak menyelesaikan pendidikan kedokterannya karena sakit. Meski begitu, Abdoel Moeis mampu berbahasa Belanda dengan baik.
Awal karirnya bermula saat ia diangkat oleh Direktur Pendidikan Mr. Abendanon. Abdoel Moeis merupakan orang pribumi pertama yang menjadi klerk atau pekerja kantoran.
Namun, Abdoel Moeis keluar dari Department van Onderwijs en Eredienst (Departemen Pendidikan) yang membawahi STOVIA karena tidak disukai oleh pegawai Belanda.
Tahun 1905, Abdoel Moeis menjadi anggota dewan redaksi majalah politik Bintang Hindia di Bandung, dilansir dari YouTube Historia Biography diunggah pada 12 Desember 2021.
Tahun 1907, Bintang Hindia dilarang terbit. Lalu ia pindah ke Bandungsche Afdeelingsbank sebagai mentri lumbung selama lima tahun.
Tahun 1912, Abdoel Moeis bekerja di De Preanger Bode, surat kabar harian Belanda sebagai hoofdcorrector atau kepala korektor.
Tahun 1913, Abdoel Moeis keluar dari De Preanger Bode. Ia mulai tertarik dengan dunia politik dan masuk ke Syarikat Islam.
Abdoel Moeis menjadi pemimpin redaksi Kaoem Moeda, yang merupakan surat kabar milik Serikat Islam.
Atas inisiatif Dr. Cipto Mangunkusumo, Abdoel Moeis bersama Wignya Disastra dan Soewandi Suryaningrat membentuk Komite Bumi Putera untuk melawan Belanda.
Tahun 1917, ia dipercaya sebagai utusan Serikat Islam ke Belanda untuk memporakporandakan Komite Indie Weerbaar.
Abdoel Moeis juga mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan sekolah teknik di Indonesia.
Hingga beberapa tahun kemudian berdirilah Technische Hooge School di Bandung, yang sekarang dikenal dengan ITB (Institut Teknologi Bandung).
Tahun 1918, ia pindah bekerja di harian Neraca karena Kaoem Moeda telah diambil oleh gerakan politik ekonomi yang dipimpin oleh Belanda.
Ia menjadi anggota dewan Volksraad atau dewan rakyat jajahan. Abdoel Moeis terus berjuang menentang penjajahan Belanda.
Ia juga mendirikan Harian Kaum Kita di Bandung dan Mimbar Rakyat di Garut. Namun, kedua surat kabar tersebut tidak dapat bertahan lama.
Nama Abdoel Moeis sudah lekat sebagai seorang sastrawan. Buku yang telah ditulisnya antara lain Surapati, Salah Asuhan, Robert Anak Surapati, dan Pertemuan Jodoh.
Abdoel Moeis meninggal di Bandung pada tanggal 17 Juni 1959 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Cikutra.
Tak lama setelah meninggal, Soekarno menetapkan Abdoel Moeis sebagai pahlawan nasional pertama Republik Indonesia pada tanggal 30 Agustus 1959.
Sumber: hops
Foto: Kolase Moh. Hatta-Soekarno/Net