Dalam banyak buku sejarah yang dibaca, seperti sejarah yang dipelajari dalam buku sekolah, masa penjajahan merupakan pase yang amat menyakitkan bagi bangsa ini. Yang paling banyak diingat adalah penjajahan Belanda dan Jepang.
Tentu cerita dalam buku sejarah dan juga berbagai keterangan dari para pelaku sejarah, rakyat Indonesia merupakan korban yang kerap diperlakukan semena-mena. Umumnya orang mengatakan Indonesia dijajah Belanda hingga 3,5 abad lamanya.
Terus bagaimana menurut Belanda sendiri?, sebetulnya banyak kesamaan dengan apa yang ada dalam sejarah Indonesia, namun juga ada perbedaaan. Sebab versi masing-masing diwarnai oleh sentimen dan kepentingan politik masing-masing pula.
Juga ada versi akademik bertujuan untuk memberikan versi yang obyektif dan akurat. Versi ini diyakini tidak berdasarkan sentimen tetapi berdasarkan bukti dan sumber.
Dilansir dari berbagai sumber, seperti indonesia-investments.com, sejarah penjajahan oleh Belanda, soal berbagai kekerasan, pelecehan hingga perbudakan yang dilakukan dalam sejarah kolonialnya tidak disebutkan di buku-buku sekolah yang dibaca murid-murid Belanda di highschool.
Mereka menggamabrkan sebagai puncak kebanggaan nasional, sebab sebagai negara yang sangat kecil di Eropa, Belanda menjadi negara terkaya di dunia pada abad ke-17 atau 'Zaman Keemasan Belanda'.
Tidak hanya dalam hal perdagangan dan militer tetapi juga dalam hal seni dan sains. Soal pelanggaran HAM yang dilakukan jarang disoroti.
Contoh yang menarik adalah waktu mantan Perdana Menteri Belanda Jan Peter Balkenende menjadi jengkel saat diskusi dengan Dewan Perwakilan Belanda (Tweede Kamer) pada tahun 2006.
Menanggapi pandangan pesimistis DPR Belanda tentang masa depan ekonomi Belanda, Balkenende mengatakan "mari, kita optimis, mari kita menjadi berpikiran positif kembali.
Mentalitas VOC itu! Pandangan yang melampaui perbatasan!" Ini adalah contoh dari memori selektif yang menandakan rasa bangga yang berasal dari periode VOC.
Namun, setelah Balkenende mengatakan demikian memang banyak orang politisi Belanda, media Belanda, dan rakyat Belanda yang mengkritik pernyataan Balkenende itu.
Juga penting untuk disebutkan bahwa makin banyak orang Belanda sadar akan sejarahnya yang penuh kekerasan, termasuk perbudakan.
Misalnya, patung-patung di Belanda yang memuliakan orang-orang dari masa VOC dan masa kolonial - seperti Jan Pieterszoon Coen dan J.B. van Heutsz - telah dibuang atau sangat dikritik oleh penduduk Belanda setempat.
Kasus menarik lainnya adalah permintaan maaf yang dibuat oleh duta besar Belanda untuk Indonesia Tjeerd de Zwaan pada tahun 2013.
Dia meminta maaf atas "ekses yang dilakukan oleh pasukan Belanda antara 1945 dan 1949". Ini agak luar biasa karena ini pertama kali penjabat Belanda minta maaf soal sejarah penjajahan.
Namun, belum pernah Belanda meminta maaf atas semua peristiwa kekerasan yang terjadi sebelum 1945! Bahkan waktu Raja dan Ratu Belanda, Willem-Alexander dan Maxima, mengunjungi Indonesia pada awal 2020, Willem-Alexander dengan gagap meminta maaf atas kekerasan Belanda yang terjadi pada periode 1945-1949 (bukan yang sebelum 1945).
Kenapa Belanda menunggu lama sekali sebelum minta maaf soal kekerasan 1945-1949? Diasumsikan bahwa para pejabat Belanda tidak ingin meminta maaf karena dapat menyinggung perasaan para veteran Belanda (yang mempertaruhkan nyawa mereka di Indonesia demi negara mereka) dan kerabat para prajurit Belanda yang meninggal pada periode '45 -'49 saat berperang demi negaranya.
Bahkan, kemungkinan besar pemerintah Belanda takut akan konsekuensi keuangan kalau mengakui pelanggaran HAM lewat permintaan maaf (korban yang masih hidup, atau kerabat mereka, bisa menggugat).*
Sumber: disway
Foto: Cerita Penjajahan Yang Diajarkan di Sekolah Belanda, Berbeda Dengan Buku Sejarah Indonesia -Istimewa/Dok-