Lagi lagi Jokowi seperti tidak menyadari, ketika rakyat sudah berisik, di sana sini muncul sumpah serapah bahwa Jokowi memang serakah.
Ketika politik keluarga (dinasti) merajalela dengan vulgar, selalu menggunakan nalar dan dalil bahwa undang undang tidak melarang, ketika anak dan menantunya dimudahkan untuk meraih jabatan politik sebagai walikota / bupati dan iparnya sebagai penjaga gawang di MK.
Nampaknya keserakahan belum berahir ketika mencoba Kaesang terdengar isu akan di nobatkan sebagai Bupati Depok, atret karena banyak kendala dari masyarakat yang menyerang betapa serakahnya presiden ini.
Berbelok arah muncul rekayasa menjadi ketua umum salah satu partai , sekalipun kalanya kecil tetapi konon memiliki modal finansial besar.
Bersamaan dengan sangat besar rekaya yudicial review mengubah syarat usia calon presiden dan wakil presiden dari batasan minimal 40 tahun menjadi 35, menyerat kuasa ketua MK yang posisinya sebagai ipar presiden akan mengalami kegagalan.
Konon berharap harap agar salah satu anaknya sebagai putra mahkota bisa nempel sebagai wakil presiden
Kondisi Jokowi yang tidak terkendali bisa dikenali, kita pinjam puisi “Wiji Thukul”:
Jika rakyat pergi, ketika penguasa pidato, kita harus hati-hati, barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi, dan berbisik-bisik, ketika membicarakan masalahnya sendiri, penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh, itu artinya sudah gawat, dan bila omongan penguasa, tidak boleh dibantah, kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka akan ada perlawanan
Ketika ancaman penguasa sangat besar terhadap siapapun yang berbeda pandangan dengan presiden Jokowi, sekalipun sering berputar putar tidak terlibat tetapi perangkat hukum begitu buas menyergapnya
Muncul meluas bisik bisik rakyat di media sosial bahwa : Jadi orang adil itu tak gampang, jadi serakah lebih leluasa. Apa lagi punya kekuasaan, setir sana, setir sini sesuka hati
Tapi tak selamanya keserakahan leluasa, yang pertama melibas adalah kebencian, caci maki rakyat yang menerus. Penguasa yang tidak adil, akan membuat tiang gantungan untuk dirinya sendiri. Matinya sangat sakit diantara umpatan keburukan. Telah membuat dosa untuk orang lain, akan menyiksa dirinya sendiri.
Keserakahan Jokowi sepertinya sulit diingatkan apalagi di hentikan, ditambah berat korupsi merambah luas di semua lini aparatur negara, keadaan perampasan tanah dimana mana. Kesan makin kuat Jokowi hanya sebagai pemimpin boneka.
Kapan bisa dihentikan, bisa jadi setelah Jokowi mengakhiri atau turun dari jabatannya sebagai presiden. Ini artinya semua sudah terlambat.
Anak, menantu, ipar bisa bernasib buruk sebagai “Kuntilanak”_ nyungsang kesana kemari minta ampun sudah tertutup. Pilihannya tinggal menepi di jeruji besi atau lari ke alam ghaib sebagai “Kuntilanak”, menetap di hutan atau pekuburan.***
Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.