Tim penasihat hukum para terdakwa kasus dugaan korupsi BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merespons positif langkah Kejaksaan Agung (Kejakgung) yang menetapkan Edward Hutahaean sebagai tersangka.
Pasalnya, Edward diduga menjadi makelar kasus dan mencoba memeras konsorsium penyedia BTS sehingga memicu pemberian kepada pihak lain, termasuk membiayai pengurusan perkara di Kejaksaan Agung.
"Kami mengapresiasi tindakan Kejaksaan Agung menetapkan tersangka baru yang diduga melakukan pemerasan. Semoga hakim bisa melihat ada hal-hal yang menjadi penyebab awal munculnya pemberian-pemberian kepada pihak lain," kata penasihat hukum mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) Anang Achmad Latif, Jefri Moses Kam di Jakarta, Minggu (15/10).
Dalam persidangan, kata Jefri, para saksi seperti Anang dan juga Galumbang Menak Simanjuntak (Dirut PT Mora Telematika Indonesia Tbk) telah menyampaikan fakta pemerasan tersebut.
"Kejaksaan pun merespons kesaksian adanya pemerasan tersebut," ucap Jefri.
Sementara itu, penasihat hukum Galumbang, Maqdir Ismail menilai, pemerasan dalam kasus BTS 4G ada dua kategori. Pertama, pemerasan yang dilakukan oleh lembaga dan orang seperti Edward Hutahaean.
Kedua, janji pengurusan perkara oleh orang tertentu dan ada yang melibatkan pengacara dan ada yang tidak melibatkan pengacara.
Maqdir melanjutkan, jika ada niatan untuk mencari kebenaran dalam kasus BTS ini, semua pihak yang telah mendapatkan uang, termasuk oknum lembaga negara atau perpanjangan tangan lembaga negara harus diusut.
“Usul saya harus dibentuk lembaga independen untuk mengusut masalah ini, agar tidak ada tebang pilih,” tegas Maqdir.
Dia menambahkan, semua pihak yang telah berupaya menghentikan atau memengaruhi pemeriksaan kasus tersebut, termasuk makelar kasus berkedok sebagai pengacara atau pengacara yang mempunyai hubungan istimewa dengan penyidik harus dimintai keterangan secara adil.
“Sekarang momentum paling tepat untuk menghentikan kegiatan oknum yang mencari keuntungan dari kasus-kasus yang dilaporkan atau diusut oleh penegak hukum atau diadili oleh pengadilan,” ucap Maqdir.
Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya menetapkan Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital Edward Hutahaean sebagai tersangka, kasus dugaan korupsi base transceiver station (BTS) 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo, pada Jumat (13/10) malam. Edward diduga melakukan permufakatan jahat, berupa penyuapan atau gratifikasi senilai Rp 15 miliar dari para terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan BTS 4G.
"Kami berkesimpulan telah ditemukan alat bukti permulaan yang cukup sehingga pada hari ini kami setelah melakukan pemeriksaan saksi, yang bersangkutan kami tingkatkan statusnya sebagai tersangka, yaitu saudara NPWH alias EH," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Kuntadi dalam konferensi pers di Gedung Bundar, Kompleks Kejagung, Jakarta, Jumat (13/10) malam.
Kuntadi menjelaskan, uang suap atau gratifikasi yang diterima Edward berasal dari dua terdakwa korupsi BTS, yakni Irwan Hermawan dan Galumbang Menak. Kedua terdakwa itu saat ini tengah berproses di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Perbuatan yang bersangkutan, tersangka NPWH diduga secara melawan hukum melakukan permufakatan jahat, menyuap atau gratifikasi atau diduga menerima, menguasai, menempatkan, menggunakan harta kekayaan berupa uang kurang lebih sebesar Rp 15 miliar yang diketahuinya dan patut diduganya merupakan uang tindak pidana, yaitu dari Saudara GMS dan Saudara IH melalui Saudara IC," tegas Kuntadi.
Edward disangkakan melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 Ayat 1 atau Pasal 12 huruf d UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atau Pasal 5 Ayat 1 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sumber: jawapos
Foto: DARI SIAPA?: Maqdir Ismail bersama tim tiba di Kejaksaan Agung dengan membawa uang USD 1,8 juta atau setara Rp 27 miliar, Kamis (13/7). (MIFTAHUL HAYAT/JAWA POS)