Peristiwa G30S yang terjadi pada 1965 silam masih meninggalkan bekas.
Bahkan, baru-baru ini, kesaksian anak Jenderal Ahmad Yani, Untung Mufreni tentang tragedi itu viral di media sosial.
Anak Jenderal Ahmad Yani, Untung Mufreni pun mengisahkan kronologi tragisnya kematian sang ayah saat peristiwa G30S.
Peru diketahui, Jenderal Ahmad Yani, dahulunya merupakan seorang panglima Menteri/Panglima Angkatan Darat ke-6 (kini disebut Kepala Staf TNI Angkatan Darat atau KASAD) pada periode 23 Juni 1962 hingga 1 Oktober 1965.
Pangkat terakhir Jenderal Ahmad Yani sebelum peristiwa G30S yakni Letnan Jenderal atau Letjen.
Ayah Untung Mufreni ini merupakan salah satu Pahlawan Revolusi yang gugur saat peristiwa G30S.
Kala itu, Jenderal Ahmad Yani sempat menerima info bahwa dirinya terancam.
Namun, pria kelahiran Jenar, Purworejo, Jawa Tengah, 19 Juni 1922 ini tidak menambah pasukan pengawal di rumahnya sampai malam 30 Setember 1965.
Mirisnya, pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, rumah Jenderal Ahmad Yani digeruduk Pasukan Cakrabirawa.
Saat digeruduk, Jenderal Ahmad Yani sempat menemui pasukan penculik. Ironisnya, sang jenderal justru diperlakukan sangat keji oleh pasukan tersebut.
Meskipun diperlakukan keji, Ahmad Yani sempat melawan hingga ia tewas ditembak di depan keluarga, termasuk anak-anaknya.
Dalam keterangannya, anak Ahmad Yani, Untung Mufreni mengungkapkan bahwa dia melihat dengan mata kepala sendiri sang ayah tewas saat peristiwa G30S PKI pada 1 Oktober 1965 silam.
Untung Mufreni menuturkan bahwa saat itu ayahnya diperlakukan secara tidak manusiawi oleh pasukan Cakrabirawa G30S PKI saat di kediaman pribadi mereka.
Dia mangatakan bahwa pada saat kejadian, ayanhya dehat wal afiat, hingga tiba-tiba didatangi dan diseret-seret pasukan Cakarabirawa.
"Ayah saya sehat walafiat," katanya seperti dilansir Kilat.com dari YouTube TNI AD pada Minggu, 1 Oktober 2023.
"Bintang tiga, kepala staf angkatan darat, diseret-seret di depan kita, bagaimana? Ditembak di depan kita, di seret keluar di depan kita (anak-anaknya). Coba bayangin," lanjutnya.
Dijelaskan Untung Mufreni, pada saat kejadian keji itu, dirinya masih kecil dan hanya bisa melihat hingga tak berkutik.
"Senjata ada, tapi kan gak tau cara gunainnya. Orang gak pernah mainin," kata dia.
"Waktu itu, kita masih kecil-kecil. Akhirnya, cuma bisa liat bapak kita diseret-seret, bahkan sampai mau keluar dari pintu belakang, masih ditodong sama cakrabirawa. Cakrabirawa loh yang masuk, 5 orang yang masuk sampai penembakan," ujarnya lagi.
Dari peristiwa keji itu, Untung Mufreni mengakui, bahwa kejadian tragis tersebut membuat keluarganya selalu sedih ketika bulan September tiba.
"Setiap September kita tidak merasa senang, selalu dalam keadaan yang sedih, karena kita mengingat terus dan terus-terusan," ucapnya.
Menurutnya, dia bersama saudara-saudaranya yang kala itu masih sangat kecil, mengaku sempat diancam akan ditembak.
"Kami kejar ayah kami keluar, sampai pintu belakang, itu satu orang dari Cakrabirawa sudah siap di depan kami, kami buka pintu dibilang 'siapa yang keluar kami tembak', itu masih kecil-kecil kami," jelasnya. (*)
Sumber: kilat
Foto: Anak Jenderal Ahmad Yani, Untung Mufreni. (TNI AD)