Paska peristiwa G30S, pasukan Cakrabirawa menjadi terafiliasi dengan partai komunis PKI yang meninggalkan kesan sangat negatif bagi masyarakat Indonesia.
Namun siapa sangka pasukan Cakrabirawa dulunya dijuluki sebagai pasukan elit yang hanya menampung personel-personel terbaik dari seluruh penjuru negeri.
Pasukan elit Cakrabirawa sangat lekat dengan pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia yaitu presiden yang saat itu dijabat oleh Soekarno.
Keberadaan pasukan elit Cakrabirawa di dalam sistem pemerintahan Indonesia sebagai komponen keamanan tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan presiden Soekarno.
Sebelum adanya pasukan Cakrabirawa, para pengawal Soekarno dan Hatta berasal dari para pejuang dan mantan anggota Tokubetsu Keisatsu Tai atau Satuan Polisi Istimewa.
Di Indonesia, Satuan Polisi Istimewa juga disebut sebagai polisi macan yang bertugas untuk mengamankan Soekarno dan Hatta di bawah pimpinan Mangil Martowidjojo.
Di bawah kepemimpinan Mangil Martowidjojo Pasukan Polisi Pengawal Presiden ini beralih menjadi Detasemen Kawal Pribadi yang bertugas untuk mengawal presiden beserta keluarganya.
Sementara, cikal bakal terbentuknya pasukan Cakrabirawa yang melekat dengan Soekarno bermula dari serangkaian peristiwa yang mengancam hidup presiden.
Salah satunya adalah percobaan pembunuhan terhadap presiden Soekarno pada hari raya Idul Adha 14 Mei 1962 di halaman Istana Negara.
Percobaan pembunuhan atas presiden tersebut bukanlah yang pertama kali dan satu-satunya, ada beberapa peristiwa lain seperti penembakan Istana Presiden dan pelemparan bom Cikini.
Hal tersebut mendorong Jenderal Nasution mengusulkan dibentuknya pasukan khusus yang bertugas mengamankan presiden dan kemudian kita kenal dengan Cakrabirawa.
Di masa pemerintahan Soekarno, pasukan Cakrabirawa merupakan pasukan elit dan merupakan kebanggaan tersendiri bagi para prajurit militer kala itu.
Resimen Cakrabirawa secara resmi dibentuk pada 6 Juni 1962, sementara anggotanya diambil dari pasukan terbaik dari setiap angkatan, meliputi Angkatan Laut, Udara, Darat dan Brimob dari kepolisian.
Kemudian mereka terbagi atas beberapa bagian sesuai dengan tugas mereka masing-masing, khusus untuk detasemen kawal pribadi presiden Soekarno dipimpin oleh Mangil Martowidjojo.
Sementara detasemen pengawalan khusus dipimpin oleh Djoko Suyatno yang bertugas mengamankan dan membuat protokol keamanan di tempat yang hendak didatangi presiden beserta keluarga.
Selanjutnya batalyon kawal kehormatan dibagi menjadi empat batalyon, di mana batalyon 1 dipegang oleh Angkatan Darat di bawah kepemimpinan Ali Ebram yang kemudian digantikan oleh Letkol Untung.
Letkol Untung merupakan orang yang sangat diperhitungkan di dunia militer, pasalnya ia pernah berjasa dalam operasi pembebasan Irian Barat.
Namun, penunjukan Letkol Untung sebagai pemimpin batalyon 1 Kawal Kehormatan juga menjadi cikal bakal gejolak politik yang terjadi pada 30 September 1965.
Keterlibatan Letkol Untung pada peristiwa berdarah pembantaian enam jenderal dan seorang perwira pertama militer Indonesia atau dikenal sebagai G30S itu mengawali malapetaka yang harus ditanggung oleh pasukan Cakrabirawa.
Peristiwa kelam yang didasari oleh pemberontakan itu pada akhirnya mencoreng nama baik pasukan elit pengaman presiden tersebut sera melucuti kebesaran yang disematkan pada pasukan elit Cakrabirawa.
Padahal dari total kurang lebih 3.000 pasukan yang tergabung dalam resimen tersebut hanya sekitar 60 anggota pasukan Cakrabirawa yang terlibat dalam peristiwa G30S.
Pasukan tersebut meliputi resimen Cakrabirawa pimpinan Doel Arif, pasukan batalion 454, Brigade Infanteri 1 Jaya Sakti serta unsur militer lain.
Puncaknya, setelah Surat Perintah Sebelas Maret terbit, Soeharto yang mengemban mandat dari presiden Soekarno secara resmi membubarkan pasukan elit Cakrabirawa karena terbukti terafiliasi dengan peristiwa G30S.
Sementara Letkol Untung harus berhadapan dengan Mahkamah Militer Luar Biasa di mana dirinya pada akhirnya dijatuhi hukuman mati.
Sumber: hops
Foto: Mengulik sejarah terbentuknya Cakrabirawa dan kedekatanya dengan presiden Soekarno. (Tangkapan layar YouTube Indonesia Insider dan Flickr @PujionoJS)