MK: Mahkamah Keluarga Suksesi Dinasti Politik Jokowi 2024
Oleh: Faisal Sallatalohy
Mahasiswa S3 Hukum Trisakti
MAHKAMAH Konstitusi (MK) resmi berubah menjadi Mahkamah Keluarga. MK secara nyata menunjukan dirinya dikendalikan kekuatan Istana untuk melindungi dan menjaga kepentingan dinasti keluarga Jokowi.
Ketua MK, Anwar Usman (paman Gibran-Adik Ipar Jokowi), memutuskan perubahan pasal 169 q UU No. 7 Tahun 2014 Tentang Pemilu: bahwa syarat pencalonan capres dan cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan.
Lewat keputusan ini, Gibran menemukan jalannya untuk bisa dicalonkan sebagai Cawapres Prabowo. Gibran memang belum mencapai usia 40 tahun. Tapi dia memenuhi syarat karena pernah menduduki jabatan Wali Kota Solo melalui pemilihan umum.
Keputusan MK ini menjadi preseden paling buruk untuk kesekian kalinya. Meruntuhkan marwah MK sebagai lembaga hukum tertinggi negara. Merusak tatanegara hukum Indonesia.
Tak ada lagi kehormatan yang tersisah pada diri MK. Selain lembaga yang memperbudak diri sebagai alat polik pendukung kepentingan Dinasti keluarga Jokowi. Memalukan !!!
Jokowi sebagai Presiden dan Anwar Usman sebagai ketua MK sekaligus adik Ipar Jokowi, berkolaborasi dengan baik atas dasar ambisi politik: dimana hukum dijatuhkan kewibawaannya, dilecehkan logikanya dan dihinakan akal sehatnya.
Masalah pertama, atas dasar apa MK punya legitimasi merevisi Aturan Perundang-Undangan dengan maksud merubah syarat usia Capres dan Cawapres?
Terkait batas usia Capres dan Cawapres minimal 40 tahun, dimana letak benturannya dengan UUD 1945 sampai harus di revisi?
Tidak ada satu pasal-pun dalam konstitusi yg berseberangan dengan batas usia minimal 40 tahun sebagaimana bunyi pasal 169 q UU Pemilu. Terbukti dalam amar putusan MK, bahwa memang tidak ada pertentangan tersebut.
Jika tidak ada pertentangan, kenapa harus direvisi ? Bukankah MK hanya boleh merevisi UU jika terdapat pertentangan dengan konsitusi?
Ketiadaan pertentangan antara aturan batas usia dengan UUD 1945, menunjukan bahwa perubahan usia Capres dan Cawapres bukan urusan dan kewenangan MK. Kenapa MK ngotot mengambil peran?
Dengannya, maka keputusan MK tentang perubahan usia Capres dan Cawapres pada senin kemarin adalah keputusan yang tidak didasarkan atas kewenangan lembaga, MK tidak punya dasar legitimasi hukum alias keputusan ilegal.
Secara prosedural, perubahan UU yg tidak memiliki unsur pertentangan dengan UUD 1945, tidak bisa dilakukan di MK. Ini adalah bagian dari proses legislasi yg menjadi tanggung jawab DPR.
Di sinilah letak kecerdasan cawe-cawe politik Jokowi. Jika perubahan usia capres dan cawapres dilakukan Jokowi melalui proses legislasi di DPR, akan memakan waktu lama. Ada beberapa syarat yg memang harus dipenuhi. Misalnya masuk dalam prolegnas prioritas.
Momen politik pilpres tinggal hitung hari. Jika proses perubahan usia dilakukan melalui proses legislasi di DPR, maka dipastikan, ambisi Jokowi untuk mencalonkan Gibran tidak akan terwujud.
Inilah alasan kenapa Jokowi mempolitisasi MK sebagai alat instan dan cepat untuk merubah batas usia Wapres agar Gibran bisa memenuhi syarat sebagai Cwapres.
Di satu sisi, sikap Jokowi yg mempolitisasi MK, bukan saja menjatuhkan Marwah MK sebagai lembaga hukum tertinggi. Dengan perilaku ini, Jokowi juga turut melecehkan DPR sebagai lembaga tertinggi yg mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Batas usia Capres dan Cawapres dalam UU pemilu itu, digodok, disetujui dan disahkan oleh partai-partai yg punya kursi di DPR. Tapi lewat MK, Jokowi memfasilitasi Garuda dan PSI yg sama sekali tidak punya kursi di DPR untuk menggugat hingga dikabulkan MK.
Jadi runutan kendali tangan keluarga Jokowi terlihat jelas. PSI partai yg diketuai Kaesang (Adik Gibran) ajukan gugatan. Ketua MK (Paman Gibran) mengabulkan gugatan.
Dan Gibran (Anak Jokowi) menerima manfaat karena bisa memenuhi syarat sebagai Cawapres yg akan dipasangkan Jokowi temani Prabowo sebagai Capres. Luar biasa...
Hal ini menjadi cerminan betapa lihainya cawe-cawe politik Jokowi. Sangat terencana dan akurat. Bahkan dengan cara memutus kuasa partai-partai besar yg punya kursi di DPR. Jokowi mengendalikan Garuda dan PSI untuk menata politik dinastinya.
Jempol buat pak Jokowi. Hebat memang. Tak habis difikir. Bagaimana bisa Jokowi mampu mengalahkan partai-partai besar di DPR hanya dengan menggunakan Garuda dan PSI yg sama sekali tidak punya kursi di DPR.
Dua partai inilah yg didorong untuk menggugat pasal 169 q UU Pemilu tentang batas usia Capres dan Cawapres hingga berhasil dikabulkan MK.
Lalu kemana partai-partai besar yg menggodok, menyepakati dan mengesahkan pasal tersebut. Termasuk PDIP, kenapa tidak punya kuasa untuk melawan. Kemana Megawati, ketum PDIP yang katanya juragan Jokowi selama hampir dua periode.
Kenapa Megawati dan PDIP diam saja. Bukankah putusan MK ini adalah wujud pengkhianatan dan pembangkan amat nyata Jokowi terhadap Megawati.
Jika benar perubahan syarat usia ini adalah strategi licik Jokowi untuk memasangkan Gibran dan Prabowo, artinya, lewat paslon ini, Jokowi telah siap dan bertekad menjadi King Maker untuk bertarung dengan pihak manapun.
Bukan saja dalam rangka melawan Anies-Cak Imin, tetapi juga paslon sokongan PDIP yakni Ganjar yg belum diketahui siapa cawapresnya.
Begitulah politik. Hanya sebatas pertukaran kepentingan. Cepat berubah. Jarak peralihan dari Kawan menjadi lawan hanya setipis benang. Dekat sekali.
Namun, lewat keputusan perubahan batas usia Capres dan Cawapres serta ambisi Jokowi memasanng Gibran sebagai Cawapres makin menyadarkan masyarakat tentang eksistensi MK yg saat ini telah berubah menjadi Mahakamah Keluarga.
Shame On you...