Jelang runtuhnya kekuasaan presiden kedua RI, Soeharto mendadak dibuat marah besar di sebuah kesempatan.
Pasalnya, Soeharto merasa terhina dengan ucapan salah seorang tokoh muslim yang terlalu kasar bahasanya.
Tak ayal, Soeharto langsung menumpahkan kemarahannya dengan cara menghukumnya dengan setimpal. Lantas bagaimana kisahnya? Yuk simak.
Dikisahkan Penasihat Ekonomi ABRI, Rizal Ramli, berawal saat Soeharto sedang memimpin rapat bersama tokoh muslim guna membentuk Komite Reformasi.
Pembentukan komite reformasi dirasa penting bagi Soeharto guna mempersiapkan peralihan kekuasaan pada 1998, di mana kerusuhan dan demonstrasi tak dapat terelakkan memintanya mundur dari jabatan presiden.
Beruntungnya, mayoritas tokoh muslim menyetujui pembentukan komite reformasi seperti yang diharapkan Soeharto.
Sayangnya, Nurcholish Madjid, tokoh muslim terkemuka saat itu dengan tegas tak setuju dengan gagasan Soeharto.
Fatalnya, Nurcholish Madjid menolaknya dengan nada tinggi dan dengan bahasa Jawa yang sangat kasar.
“Kecuali Nurcholish. Memang badung. Lulusan (Ponpes) Tebuireng, ada badungnya. Dia berdiri, dia pakai bahasa Jawa yang kasar sekali ‘Pak Harto, wis, wis. Pak Harto wis warek’. Itu kasar sekali. Pak Harto, udah, lu itu uda kenyang,” ingat Rizal Ramli saat momen tersebut, seperti diceritakan di Youtube Total Politik di tayangan edisi 19 Mei 2023.
Soeharto yang tersinggung dengan bahasa Nurcholish Madjid langsung meresponsnya dengan bahasa kasar pula.
“Soeharto tersinggung ‘Aku ndak pate’an’. Bubar komite reformasi,” kata Rizal Ramli meniru ucapan Soeharto di forum.
Selepas rapat, Soeharto memerintahkan Rizal Ramli untuk memberi hukuman kepada Nurcholish Madjid.
Adapun hukumannya, Soeharto meminta Rizal Ramli agar mengondisikan media massa agar menulis kelancangan Nurcholish Madjid.
“Pokoknya dimuat hanya omongan Nurcholis., yang lain gak usah,” perintah Soeharto saat itu.
Soal emosi Soeharto, Rizal Ramli cukup memakluminya, sebab memang ucapan tokoh HMI itu tergolong sangat tidak pantas.
Terlebih, kata Rizal Ramli, ucapan tersebut sama saja dengan penghinaan besar kepada Soeharto di hadapan tokoh muslim lainnya.
“Buat orang luar jawa, omongan itu gak ada artinya. Tapi bagi orang Jawa, omongan itu orang biasa, Nurcholish Madjid, tapi menghina raja Jawa,” tandas Rizal Ramli.
Sumber: hops
Foto: