Tokoh Senior sekaligus Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pertahanan, Prof Salim Said membeberkan analisanya terkait sosok yang mendorong agar Joko Widodo menjadi presiden.
Analisa itu diurai Prof Salim Said saat menjadi narasumber di tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One, Selasa (18/8/2010).
Prof Salim Said menjelaskan, uraian yang iasampaikan itu dilatarbelakangi oleh kampanye yang pernah diucap Jokowi di masa lalu.
Diakui Prof Salim Said, Jokowi dulu selalu menjawab tidak ingin menjadi presiden ketika sedang berkampanye menjadi calon gubernur DKI Jakarta.
"Pak Jokowi itu kalau diselidiki dengan baik, itu menjadi presiden mula-mula kan relaktan. Masih ingat enggak kampanye dia jadi gubernur (DKI Jakarta)? Kalau ditanya mau jadi presiden, (jawab) 'oh tidak, mau jadi gubernur saja'," ungkap Prof Salim Said dilansir TribunnewsBogor.com.
Namun belakangan, ada sosok yang akhirnya berhasil mendorong Jokowi agar menjadi presiden.
Sosok itu lah yang disebut Prof Salim Said sebagai oligarki.
"Tapi ada satu keadaan yang Anda tidak bisa tolak kalau Anda didorong naik ke situ. Siapa yang mendorong naik ke situ? Adalah macam-macam kekuatan. Itu yang saya sebut oligarki," ungkap Prof Salim Said.
Mengurai lebih lanjut soal sosok di balik Jokowi agar menjadi presiden, Prof Salim Said pun mengibaratkan sosok oligarki itu seperti debt collector.
"Kalau bisnis, orang yang memperjuangkan Pak Jokowi jadi presiden itu, itu orang yang satu kali menjadi debt collector. 'Eh gue angkat lu jadi presiden, gue dapat apa?'," kata Prof Salim Said.
Kepada khalayak, Prof Salim Said lantas mengungkapkan, yang seharusnya dikritik adalah sistemnya, bukan pribadi Jokowi.
"Itu sebabnya, saya tidak mengkritik Pak Jokowi sebagai pribadi. Sistem. Ini sebuah sistem," ucap Prof Salim Said.
Prof Salim Said lantas mengurai doanya untuk Jokowi.
"Ya Allah, kasihanilah Pak Jokowi. Mungkin kesalahannya. Karena dia tidak belajar ilmu politik. Dia terima ketika dirayu-rayu jadi presiden. Paling-paling itu doa saya supaya Anda-Anda tidak memaki-maki Pak Jokowi. Dia itu adalah korban saja," ungkap Prof Salim Said.
Ahli Epidemiologi Kritik Jokowi
Akui negara telah gagal menghadapi pandemi Covid-19, Ahli Epidemiologi FKM UI, Pandu Riono melayangkan kritikan keras kepada Presiden Jokowi.
Menurut Pandu Riono dalam tayangan Indonesia Lawyers Club, Selasa (11/8/2020), yang harusnya hadir secara penuh dalam penanganan Covid-19 adalah Presiden Jokowi, bukan satgas ataupun komite.
"Kalau melihat problem penanganan Covid dan dampaknya dalam masalah ekonomi, maka ini tidak bisa ditangani oleh gugus tugas, komite, satgas. Ini harus ditangani oleh negara. Siapa negara itu? Ya Presiden dengan Kementeriannya," ucap Pandu Riono dilansir TribunnewsBogor.com, Rabu (12/8/2020).
Mengkritisi soal kegagalan negara dalam menghadapi pandemi Virus Corona, Pandu pun mengingatkan soal posisi Indonesia sebagai negara yang tidak aman.
"Indonesia nomor tiga terbawah sebagai negara yang aman. Artinya apa? Kita masih belum berhasil menghadapi pandemi," pungkas Pandu Riono.
Melanjutkan kritikannya, Pandu Riono pun menyinggung soal pernyataan Jokowi.
Hal itu berkenaan dengan pernyataan Jokowi soal kewaspadaan menghadapi gelombang kedua Covid-19.
Padahal menurut Pandu, Indonesia bahkan belum menghadapi puncak di gelombang pertama.
"Yang dilempar isu apa? Hati-hati dengan gelombang kedua. Padahal gelombang pertama saja belum selesai. Kita masih terus naik. Kalau ditanya kapan puncaknya, saya tidak tahu lagi. Artinya apa? Artinya kita gagal menghadapi pandemi," tegas Pandu Riono.
Membandingkan Indonesia dengan beberapa negara terdekat, Pandu menjabarkan kenapa negaranya masih belum berhasil menangani Virus Corona.
Hal itu lagi-lagi menurut Pandu disebabkan oleh sosok Presiden.
"Kenapa kita enggak bisa berhasil seperti Thailand, Vietnam, New Zealand,"
"Kenapa kita enggak berhasil? Karena kita enggak serius. Kenapa kita enggak serius? Karena tidak direspons sebagai suatu negara. Negara itu, presiden. Pak Jokowi harus memimpin langsung," imbuh Pandu Riono.
Kepada publik, Pandu mengkritisi keputusan Presiden yang justru membentuk satgas dan komite guna menangani Virus Corona.
Seharusnya menurut Pandu, yang mengendalikan guna penanganan Covid-19 adalah Presiden sendiri dibantu Kementerian.
"Menurut saya, komite bersama, satgas, itu dikembalikan ke kementerian masing-masing. Sehingga bisa langsung bekerja sesuai tugasnya. Dan bisa diawasi oleh DPR," kata Pandu Riono.
Menyinggung soal kabinet periode kedua pimpinan Jokowi, Pandu memberikan saran dengan pernyataan satire.
Bahwa Jokowi seharusnya mengganti nama kabinetnya menjadi kabinet Covid.
Sebab diyakini Pandu, sampai masa jabatan Jokowi berakhir, Indonesia masih belum bisa lepas dari pandemi Covid-19.
"Pak Jokowi dalam periode kedua ini, itu ganti lah namanya (menjadi) kabinet Covid. Karena sampai beliau selesai nanti, itu masih ada masalah Covid. Walaupun sudah ada vaksin, tapi vaksin itu bukan solusi, masih banyak yang harus dilakukan," ungkap Pandu Riono. (*)
Sumber: tribunnews
Foto: Professor Salim Said (kiri) menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) (kanan) memiliki kesalahan yang sama dengan presiden sebelum-sebelumnya. Hal itu diungkapkan di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (19/8/2020)/Channel YouTube Indonesia Lawyers Club/Sekretariat Presiden