Suasana sepi terasa di jalan-jalan Yerusalem yang biasanya ramai pada Senin (9/10), ketika pertempuran mematikan antara Israel dan militan Palestina berkobar di hari ketiga di sekitar Jalur Gaza.
Beberapa penduduk, salah satunya May Bahbah (40-an tahun), warga Palestina yang tinggal di Yerusalem, mencoba mengungkapkan perasaannya di tengah kekhawatiran semakin meluasnya konflik.
“Yerusalem memang kota hantu,” kata Bahbah sambil berdiri di samping toko sayur yang tutup kepada AFP.
“Orang-orang ketakutan dan khawatir,” ujarnya.
Warga Palestina yang tinggal di wilayah timur kota yang dianeksasi Israel harus bekerja, tetapi mereka khawatir kalau-kalau ada tindakan yang dilakukan pasukan Israel akibat situasi perang, kata May.
Hanya sedikit toko di Khan al-Zait, pasar utama Kota Tua, yang buka pada Senin.
Seorang penduduk yang hanya menyebut namanya Hazem, 42 tahun, datang dari lingkungan Silwan di Palestina untuk menjalankan beberapa keperluan dan terlihat sangat marah.
“Petugas polisi (Israel) meminta saya keluar dari mobil, dan mereka menggeledahnya dan menemukan alat penguji stopkontak listrik,” ungkapnya.
“Salah satu dari mereka menampar saya dengan keras, dan ketika mereka ingin menyerang saya, seorang petugas Arab menghentikan mereka," lanjut Hazwen.
Di bagian barat kota, seorang pensiunan Israel bernama Sara, 70 tahun, sedang duduk di bangku setelah berjalan pagi di sepanjang jalan utama kota yang biasanya sibuk, namun kini hampir sepi.
“Saya tidak melihat banyak orang di jalanan, tapi itu wajar, ini perang!” katanya, menambahkan bahwa semua orang merasa khawatir, terutama bagi keluarga yang salah satu anggotanya menjadi tentara.
Ia kemudian menerawang jauh ke belakang. Suasana di sekitar kota telah mengingatkannya pada tahun 1973, ketika tentara Arab menyerang Israel dalam perang yang melukai bangsa tersebut.
Di pusat komersial First Station, yang dipenuhi orang beberapa hari lalu saat hari raya Yahudi di Sukkot, aktivitas bisnis terhenti, dan sebagian besar etalase toko menunjukkan tanda "tutup".
Pekan sekolah belum dimulai baik di wilayah timur maupun barat kota itu sejak kekerasan terjadi pada Sabtu pagi akibat serangan Hamas yang menargetkan Israel selatan, yang menewaskan 700 orang di Israel dan 560 orang di Jalur Gaza yang diblokade, menurut angka resmi.
Angin kencang dan hujan pada Senin semakin membuat warga Yerusalem enggan meninggalkan rumah mereka.
“Kami merasa seperti sedang sekarat dari dalam,” kata Itamar Taragan, manajer kompleks Stasiun Pertama, yang menurutnya akan ditutup entah sampai kapan.
"Beberapa membuka restoran mereka hanya untuk membuatkan masakan bagi tentara atau petugas pemadam kebakaran," katanya kepada AFP.
Sejumlah wisatawan masih dapat dilihat di sekitar kota tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit. Beberapa dari mereka mengaku khawatir bahwa mereka mungkin tidak dapat meninggalkan negara tersebut melalui udara.
Jason Lyons, yang berkunjung dari Amerika Serikat, mengatakan video yang dia lihat di media sosial menunjukkan kengerian pertempuran itu sangat melemahkan semangat.
Sumber: rmol
Foto: Pemandangan jalan kosong di pusat Yerusalem/Net