Lebih dari 2.000 orang tewas akibat serangan Hamas dan serangan balasan Israel terhadap Jalur Gaza, yang kini telah dikepung.
Dari Gaza, para milisi melintasi perbatasan dan masuk ke Israel, lalu ribuan roket Hamas diluncurkan. Dan kini, aksi balasan Israel ditujukan ke Jalur Gaza.
Disitat dari BBC, Kamis (12/10/2023), Jalur Gaza adalah daerah kecil, hanya membentang sepanjang 41 kilometer dan lebar 10 kilometer. Telah menjadi perhatian dunia belakangan ini setelah kelompok milisi Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel.
Gaza berbatasan dengan Laut Mediterania, Israel, dan Mesir. Kota ini dihuni oleh 2,3 juta warga Palestina, menjadikannya salah satu wilayah paling padat penduduk di dunia.
Sebagai perbandingan, kota besar dunia seperti London di Inggris memiliki kepadatan penduduk 5.700 orang per kilometer persegi. Sedangkan di Gaza, dipadati oleh lebih dari 9.000 jiwa per kilometer persegi.
Lalu di Ibu Kota Indonesia, Jakarta, dengan luas mencapai 661,23 km persegi dan jumlah total penduduk 11,25 juta jiwa pada Juni 2022, memiliki kepadatan penduduk mencapai 17.013 jiwa per kilometer persegi.
Sejak Gaza berada di bawah kendali kelompok Hamas pada 2007, Israel dan Mesir menyepakati blokade yang membatasi pergerakan warga sipil Palestina.
Zona pertahanan yang didirikan oleh Israel di sepanjang perbatasan untuk melindungi dari serangan roket maupun serangan Hamas telah menyebabkan terbatasnya lahan yang tersedia untuk pemukiman dan pertanian.
Perekonomian Gaza juga berada di ambang kehancuran karena ekspor dan impor yang terbatas.
Menurut Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (OOPS), tingkat kelaparan di Gaza melebihi 46%.
Separuh warga Palestina di Gaza berusia di bawah 19 tahun, namun mereka nyaris tidak memiliki peluang perbaikan sosial ekonomi. Akses mereka terhadap dunia luar juga terbatas.
Lebih dari 80% penduduknya hidup dalam kemiskinan. Program Pangan Dunia menyebut bahwa 63% penduduk Gaza “rawan kelaparan” dan bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Menurut PBB, hampir 600.000 pengungsi di Gaza tinggal di delapan kamp yang penuh sesak.
Sekitar 95% penduduknya tidak mempunyai akses air minum, dan ini turut diperparah oleh pemadaman listrik yang terjadi setiap hari.
Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), sebelum konflik terjadi, sebagian besar rumah hanya mendapat aliran listrik selama tiga jam sehari.
Saat ini, militer Israel telah memutus semua pasokan listrik.
Jalur Gaza mendapatkan sebagian besar suplai listriknya dari Israel, serta dari satu pembangkit listrik di Gaza dan sebagian kecil lainnya dari Mesir.
Isolasi ini telah memperburuk kehidupan warga Palestina.
Human Rights Watch membandingkan kondisi di Gaza dengan “penjara terbuka.”. Sementara delegasi PBB mengatakan bahwa kawasan itu “tidak layak huni”.
Situasi di Gaza dikhawatirkan akan semakin buruk akibat konflik dengan Israel yang kian intens.
Sumber: bbc/suara
Foto: Seorang paramedis menolong seorang perempuan korban serangan Israel di Jalur Gaza. (Foto: AFP)