Tiga perusahaan produsen senjata ternama milik BUMN, PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia dituding telah menjual senjata secara ilegal kepada militer Myanmar. Praktik itu dilakukan selama satu dekade terakhir — bahkan masih berlanjut pascakudeta pada tahun 2021.
Jika tudingan tersebut terbukti benar, itu terjadi saat Indonesia masih menjadi Ketua ASEAN. Indonesia selama ini mempelopori ASEAN untuk berkontribusi dalam upaya menghentikan kekerasan di Myanmar melalui resolusi 5 Point of Consensus — meski sampai sekarang belum membuahkan hasil.
Salah satu hasil dari konsensus tersebut adalah menyerukan penghentian kekerasan.
Tudingan itu diungkapkan oleh kelompok masyarakat sipil The Chin Human Rights Organisation (CHRO), Myanmar Accountability Project (MAP), dan Marzuki Darusman (mantan jaksa agung Indonesia yang pernah menjadi Ketua TPF PBB untuk pelanggaran HAM di Myanmar), dalam siaran pers gabungan yang dirilis pada Senin (2/10).
Laporan mengenai keterlibatan perusahaan BUMN dalam memasok senjata ke militer Myanmar ini dihimpun dari investigasi terbuka dan dokumen-dokumen yang bocor.
"Investigasi kami telah menemukan bukti-bukti memberatkan yang menunjukkan adanya standar ganda yang mengejutkan," kata Direktur MAP, Chris Gunness, dalam siaran pers.
Diperantarai Perusahaan Anak Pejabat Myanmar
Dikatakan bahwa proses pengiriman senjata-senjata dari Indonesia itu diperantarai oleh perusahaan Myanmar milik Htoo Htoo Shein Oo, North Company Limited.
Adapun Htoo adalah putra dari Menteri Perencanaan dan Keuangan junta Myanmar Win Shein, yang saat ini dijatuhi sanksi oleh berbagai negara Barat.
Peran True North sebagai perusahaan swasta yang menjadi perantara kesepakatan antara militer Myanmar dan produsen senjata milik BUMN disebut menimbulkan kecurigaan adanya potensi korupsi, sehingga harus diselidiki oleh pihak berwenang Indonesia.
Sehubungan dengan itulah CHRO, MAP, dan Marzuki Darusman telah mengajukan pengaduan dan meminta Komnas HAM menginvestigasi dugaan tersebut.
Sebab, tuduhan yang dilayangkan kepada PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia melibatkan pemasaran dan dugaan penjualan pistol, senapan serbu, amunisi, serta kendaraan tempur.
Dikatakan bahwa periode transaksi ini sudah berlangsung selama satu dekade terakhir, termasuk kemungkinan setelah percobaan kudeta pada Februari 2021.
Pihak berwenang Indonesia, menurut Marzuki, harus menyelidiki kasus ini karena sebagai anggota BUMN ketiga perusahaan tersebut berada di bawah kendali langsung pemerintah, serta tunduk pada pengawasan dan persetujuan pemerintah.
"Fakta bahwa peralatan pertahanan secara aktif dipromosikan setelah kampanye genosida terhadap Rohingya dan kudeta tahun 2021 menjadi perhatian serius dan menimbulkan keraguan atas kesediaan pemerintah Indonesia untuk mematuhi kewajibannya di bawah hukum hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter," ungkap Marzuki.
"Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia memiliki mandat untuk menyelidiki dan saya mendesak mereka untuk melakukannya," sambung dia.
Gunness sependapat dengan pernyataan Marzuki dan menggarisbawahi pentingnya peran Komnas HAM untuk menelusuri pelanggaran yang kemungkinan terjadi di dalam badan BUMN.
"Penyelidikan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Indonesia sangat penting," ujar Gunness.
"Dalam keputusan baru-baru ini, Mahkamah Konstitusi Indonesia memberikan lampu hijau untuk kasus-kasus yurisdiksi universal; Mahkamah Konstitusi menyerukan upaya-upaya regional untuk akuntabilitas di Myanmar dan untuk koneksi yang kuat dengan Indonesia jika pengadilan di Jakarta ingin mengadili kasus-kasus terhadap militer Myanmar. Dengan pengaduan ini, kami menjawab tuntutan Mahkamah Konstitusi," jelasnya.
Wakil Direktur CHRO, Salai Za Uk Ling, juga mendesak adanya tindakan dari sisi pemerintah Indonesia.
"Bencana hak asasi manusia di Myanmar semakin dalam setiap jamnya dan dengan Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB meminta anggota ASEAN untuk mendorong keadilan bagi rakyat Myanmar, kami mengimbau pihak berwenang di Indonesia untuk melakukan investigasi dan membuka pengadilan untuk keadilan bagi saudara-saudaranya di Asia Tenggara," ujar Salai.
Dengan begitu, sambung Salai, sedikit yang terjadi secara politik, sudah saatnya pengadilan bertindak.
Memangnya Ilegal?
Lebih lanjut, selama periode dugaan penjualan senjata itu terjadi, Indonesia pada saat bersamaan merupakan anggota aktif di Dewan Hak Asasi Manusia PBB — bahkan kini mencoba mencalonkan diri di keanggotaan Dewan Keamanan PBB.
Selain itu, Indonesia juga merupakan salah satu dari empat negara ASEAN yang memberikan suara dalam mendukung Resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan seluruh negara anggotanya untuk mencegah aliran senjata ke Myanmar.
Di sisi lain, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhammad Iqbal pada Selasa (3/10) mengatakan, pihaknya masih menelusuri lebih lanjut soal laporan penjualan senjata oleh ketiga perusahaan BUMN ke Myanmar itu.
"Kami masih mempelajari laporan ini," kata Iqbal saat dikonfirmasi soal tudingan Marzuki Darusman dkk tersebut.
Sementara itu, PT Pindad di situs resminya mengatakan, pihaknya berambisi meraih titel 'Top 100 Perusahaan Pertahanan Global' pada 2024.
Dikatakan bahwa PT Pindad telah mampu mengekspor persenjataan ke berbagai negara di dunia — bahkan termasuk Myanmar.
"Saat ini Pindad telah mampu ekspor produk termasuk produk amunisi di berbagai negara, antara lain Malaysia, Brunei Darussalam, Timor Leste, Myanmar, Singapura, Bangladesh, Laos, Thailand, Korea Selatan hingga Amerika Serikat," bunyi keterangan PT Pindad pada 24 Juli 2023.
Sumber: kumparan
Foto: Tentara Myanmar. Foto: RETUERS/Soe Zeya Tun