Konflik antara Israel dan kelompok milisi Gaza Palestina, Hamas, nyatanya ikut menyeret beberapa kekuatan besar dunia seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Rusia, dan China.
Beberapa negara adidaya yang terbagi atas blok Barat dan blok Timur itu memiliki pandangan yang berbeda terkait salah satu konflik terpanjang di Timur Tengah itu.
Berikut pandangan keempat negara tersebut dalam konflik Israel-Hamas.
1. Amerika Serikat (AS)
AS menegaskan posisinya dalam mendukung Israel, dalam apa yang disebut sebagai haknya dalam mempertahankan diri dan mengutuk aksi serangan Hamas. Dukungan ini langsung diberikan Presiden AS Joe Biden kepada Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dalam kunjungannya ke Israel.
Biden, dalam kunjungan itu, bahkan menegaskan secara tegas bahwa dirinya seorang Zionis. Sumber pejabat AS yang menghadiri pertemuan itu, mengatakan pernyataan Biden disambut anggukan dari politisi dan jenderal Israel.
Dukungan ini juga diberikan dalam penerjunan kapal induk AS mendekati gaza. Pekan lalu, DPR AS juga menyetujui paket bantuan militer senilai US$ 14,3 miliar (Rp 222 triliun) untuk Israel di tengah perang Gaza.
Meski begitu, Biden juga rupanya memikirkan jalan Palestina untuk merdeka. Ini ditegaskannya dalam sebuah wawancara pada pertengahan Oktober lalu. Pernyataan tersebut dikatakan Presiden 80 tahun itu, di tengah persiapan pasukan Israel melakukan serangan darat ke wilayah itu.
Ketika ditanya oleh program berita CBS 60 Minutes apakah dia akan mendukung pendudukan apa pun di Gaza oleh sekutu Amerika, Israel, Biden menjawab "Saya pikir itu adalah kesalahan besar". Namun, ia menekankan Hamas, yang menguasai wilayah Gaza saat ini, "tidak mewakili seluruh rakyat Palestina".
Ia pun setuju dengan upaya "melenyapkan Hamas". Kala ditanya kembali apakah Hamas, harus dilenyapkan, Biden berkata "iya".
"Tetapi harus ada otoritas Palestina. Harus ada jalan menuju negara Palestina," lanjutnya mengulangi seruan lama AS untuk solusi dua negara.
2. Inggris
Serupa dengan AS, Inggris juga mengambil posisi mendukung Israel dan mengutuk Hamas. PM Inggris Rishi Sunak bahkan telah mengadakan kunjungan ke Israel untuk memberikan dukungannya kepada PM Netanyahu.
London juga bahkan mengirimkan pesawat pengintai, dua kapal pendukung Angkatan Laut, dan sekitar 100 anggota Marinir ke wilayah dekat Israel dan Gaza.
Di dalam negeri, Inggris melarang penggunaan slogan-slogan dukungan Palestina seperti From The River to The Sea, Palestine Will Be Free. Partai Buruh Inggris pada Senin pekan lalu menskors Anggota Parlemen Andy McDonald karena menggunakan frasa tersebut dalam pidatonya di rapat umum pro-Palestina.
Asosiasi Sepak Bola di Inggris telah melarang pemain menggunakan slogan tersebut di akun media sosial pribadi mereka. Menteri Dalam Negeri Inggris Suella Braverman menggambarkan demonstrasi pro-Palestina sebagai "pawai kebencian" dan memperingatkan bahwa slogan tersebut harus ditafsirkan sebagai indikasi keinginan keras untuk melenyapkan Israel.
3. Rusia
Berbeda dengan Washington dan London, Rusia mengambil pendekatan yang lebih netral dalam konflik Israel dan Hamas. Moskow tidak mengutuk Hamas dan tetap mengadvokasi gencatan senjata di antara keduanya.
Pada awal-awal konflik, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia, Maria Zakharova, mengatakan eskalasi konflik di wilayah itu sebagai konsekuensi dari ketidakpatuhan peraturan internasional yang mengatur pembentukan negara Palestina merdeka berdasarkan perbatasan tahun 1967,
Selain itu, Moskow percaya bahwa Palestina dan Israel harus memulai negosiasi segera. Rusia juga mendesak kedua belah pihak untuk meninggalkan kekerasan dan gencatan senjata.
Sementara itu, dalam pernyataan terbaru, Rusia pada Senin menyerukan diakhirinya pertempuran di Gaza dan mengatakan dimulainya kembali perundingan Palestina-Israel sangat penting untuk menghindari risiko perang yang lebih luas dan peningkatan "aktivitas teroris".
"Prioritasnya saat ini adalah penghentian secepatnya permusuhan di Gaza," kata Kementerian Luar Negeri Rusia. "Jika tidak, kita akan menghadapi risiko radikalisasi dan peningkatan aktivitas teroris serta bahaya konflik yang memperluas wilayah geografisnya."
4. China
Beijing, yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan Palestina, telah mengirimkan utusannya untuk Timur Tengah, Zhai Jun. Namun baik Presiden China Xi Jinping maupun Menteri Luar Negerinya, Wang Yi, belum pernah mengunjungi wilayah tersebut sejak pecahnya pertempuran.
Xi telah menyerukan gencatan senjata sementara Wang mengatakan bahwa sumber konflik "terletak pada kenyataan bahwa keadilan belum ditegakkan terhadap rakyat Palestina" dan bahwa "hukuman kolektif" terhadap rakyat Palestina harus diakhiri.
China secara historis mendukung perjuangan Palestina selama beberapa dekade, begitu pula Uni Soviet selama Perang Dingin. Baru-baru ini, China kekuatan tersebut berupaya menyeimbangkan hubungan yang lebih erat dengan Israel dengan upaya diplomatik mereka yang lebih luas untuk mendapatkan sekutu di dunia Arab.
Di sisi lain, muncul harapan China dapat memanfaatkan hubungan dekatnya dengan Iran, yang mendukung Hamas di Gaza dan Hizbullah di Lebanon, untuk meredakan ketegangan. Para pejabat AS dikabarkan menekan Menlu China Wang Yi untuk "mendesak ketenangan" terhadap Iran, yang merupakan penyokong kedua kelompok itu.
Sumber: cnbcindonesia
Foto: Ledakan besar terjadi di sekitar rumah sakit Al-Quds di Gaza pada Minggu Pagi. Palestine Red Crescent Society (PRCS) atau Organisasi Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan bangunan di dekat RS Al Quds menjadi sasaran pasukan militer Israel. (REUTERS/Ronen Zvulun)