WANHEARTNEWS.COM - Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menegaskan praktik politik dinasti berpotensi memperkuat kolusi, korupsi, nepotisme (KKN) dan oligarki.
“Oh ya tentu, kalau kita lihat praktik politik dinasti itu sudah bisa berjalan dan semakin lama, dia (pejabat) menaruh orang-orangnya, semakin kokoh menaruh keluarganya, atau apa orang-orang yang dia taruh untuk berpengaruh, maka praktik KKN menjadi keniscayaan,” ujarnya dalam acara Kabar Petang: Krisis Konstitusi Picu Revolusi? di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (15/11/23).
Wahyudi mencontohkan, ketika Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ada hubungannya dengan keluarga presiden dan juga keponakan, itu pasti untuk memutuskan suatu aturan atau membuat kebijakan tertentu yang tidak independen.
“Jadi pengaruh itu menjadi lebih besar dan bahkan konstitusi kita tidak mampu lagi mencegah itu,” tuturnya.
Di dalam konstitusi saja, menurutnya, kebijakan yang tidak independen tersebut itu bisa disiasati untuk bisa diloloskan dan diobrak-abrik.
“Kalau konstitusi saja bisa diamandemen berkali-kali dan banyak hal yang bisa diubah, ini menunjukkan bahwa praktik KKN itu sulit terhindarkan,” ungkapnya.
Alasannya, lanjutnya, karena ketika para pejabat sudah semakin berkuasa, maka bisa membuat aturan yang menguntungkan mereka (pejabat) sendiri.
“Mereka (pejabat) ganti aturannya itu atau direvisi kalau aturannya itu cocok dengan mereka, mereka perkuat pertahankan dan dilapis-lapis supaya semakin kuat lagi.
Jadi kalau aturannya itu memang tidak menguntungkan mereka, revisi, enggak cukup revisi mereka ganti, kalau aturannya tidak ada mereka bikin aturan yang baru,” lanjutnya.
Wahyudi membeberkan, dengan ini bisa melihat cengkeraman semakin kuat dan praktik politiknya semakin kuat, maka akan makin banyak menempatkan orang-orang sejalan dengan kepentingannya.
“Dan dengan itu maka praktik KKN itu akan semakin kuat, semakin mengakar cengkeramannya, semakin dalam, dan tajam mengguncam sistem ke dalam Republik Indonesia ini,” tandasnya. [Democrazy/MediaUmat]