Selasa, 25 Maret 1975, Raja Arab Saudi Faisal bin Abdulaziz Al Saud dijadwalkan akan menyambut delegasi dari Kuwait di Istana Raja, Riyadh. Tak ada hal berbeda dari kegiatan diplomasi hari itu.
Seperti biasa, raja bakal menyambut tamu, bersalaman, dan mengajak diskusi. Lalu, jika sudah selesai, raja akan mengantar delegasi ke halaman istana.
Namun, di hari istimewa bagi hubungan Kuwait-Saudi itu muncul tragedi yang mengubah jalan sejarah Arab Saudi.
Tepat pukul 10.32 waktu setempat saat Raja Faisal menyalami delegasi Kuwait, muncul suara tembakan pistol di dalam ruangan. Semua orang panik dan kaget ketika mengetahui isi pistol tepat mengenai kepala Raja Faisal.
Darah pun mengalir dari kepalanya. Sang Raja pun tumbang dan langsung dibopong ke rumah sakit oleh pengawal.
Sementara para pengawal lain sibuk menghajar pelaku penembakan yang ternyata keponakan Raja Faisal sendiri bernama Faisal bin Musaid. Sayangnya, saat tiba di rumah sakit, nyawa Raja Faisal tak tertolong.
Dia dimakamkan pada beberapa hari berikutnya.
Konspirasi Misterius
Pembunuhan dan kematian orang nomor satu di Arab Saudi jelas membuat siapapun geger. Semua orang praktis menyoroti sosok Faisal bin Musaid.
Berdasarkan arsip The New York Times (31 Maret 1975), saat pertama kali ditahan, Faisal bin Musaid, sempat dinyatakan tidak waras oleh pemerintah.
Namun, selang seminggu, pemerintah meralat pernyataan itu dan mengatakan Faisal bin Musaid tidak memiliki gangguan jiwa dan mental.
Pemerintah juga menyebut Faisal bin Musaid memiliki rekam jejak buruk di masa lalu, sehingga memunculkan niat membunuh pamannya sendiri. Di masa lalu, Faisal bin Musaid memang pemuda yang cukup nakal.
Sebagaimana dipaparkan King Faisal: Personality, Faith and Times (2016), Faisal bin Musaid yang pernah tinggal di Amerika Serikat (AS) tercatat pernah terlibat dalam perdagangan obat terlarang, aktif menggunakan narkotika dan alkohol, serta sering terlibat perkelahian.
Meski begitu, Faisal bin Musaid cukup beruntung. Pasalnya, tiap kali berurusan dengan polisi akibat sikapnya, Kerajaan Arab Saudi selalu pasang badan.
Fakta ini lantas menimbulkan pertanyaan mengapa Faisal bin Musaid rela membunuh saudara yang selama ini membelanya?
Sayangnya, alasan Faisal bin Musaid bertindak demikian masih tidak menemukan titik terang. Ada yang menyebut dia membunuh karena dendam dan kesal tidak dibela oleh Raja Faisal saat sedang bermasalah, sisi lain menyebut pembunuhan ini soal perebutan takhta kekuasaan.
Terkait Israel dan AS?
Selain itu, dalam investigasi koran Daily News disebutkan juga kematian Raja Faisal oleh konspirasi AS, khususnya badan intelijen CIA. Kala itu Raja Faisal memang sedang sentimen terhadap Israel dan Amerika Serikat imbas Perang Yom Kippur 1973.
Dia dan negara-negara Arab pengekspor minyak bumi melakukan embargo minyak terhadap Israel dan negara-negara Barat pendukungnya. Tujuannya supaya Palestina bisa merdeka dan Israel menghentikan serangannya.
Akibat pengiriman minyak dihentikan, AS dan negara Barat lumpuh total. Mobil-mobil tak bisa dipakai akibat ketiadaan minyak. Industri tak bisa beroperasi.
Semua ini berlangsung selama berbulan-bulan usai perang. AS dan sekutunya jelas kalang-kabut.
Lebih lanjut, mengacu pada paparan Rachel Bronson dalam Thicker Than Oil: America's Uneasy Partnership with Saudi Arabia (2006), kondisi inilah yang membuat Raja Faisal menjadi target pembunuhan.
Meski begitu, teori yang menyebut keterlibatan CIA hanya sebatas konspirasi semata yang sulit dibuktikan. Pemerintah juga menyebut tak ada konspirasi di kematian Raja Faisal, meskipun motif dendam oleh Faisal bin Musaid sulit dicerna akal sehat.
Pada akhirnya, hidup Faisal bin Musaid berakhir di tangan algojo pada 8 Juni 1975. Dia dipancung di hadapan ribuan rakyat Saudi yang marah karena pemimpinnya dibunuh.
Sumber: cnbcindonesia
Foto: Raja Arab Saudi Faisal bin Abdulaziz Al Saud (kanan). (AFP/-/File Foto)