Ketua Badan Pengurus Setara Institute Ismail Hasani menegaskan hasil survei elektabilitas calon presiden dan wakil presiden semakin mendekati hari Pemilihan presiden semakin tidak masuk akal.
Hal ini bukan suatu yang mengejutkan dan mengherankan karena sejumlah lembaga survei yang melaksanakan survey adalah pendukung capres tertentu.
“Hari-hari ini publik disuguhi hasil survei tentang elektabilitas capres dan cawapres yang semakin tidak masuk akal,” kata Ismail melalui keterangan tertulis pada ( Senin, 20/11) .
Contohnya, beberapa hasil survei yang mengatakan para pasangan calon akan memenangi Pilpres 2024 dalam satu putaran.
Ismail menyatakan seruan menang satu putaran wajar jika disampaikan oleh kandidat capres-cawapres dengan tujuan memberi dorongan bagi tim kampanye dan pendukung. menjadi masalah ketika ada lembaga survei yang meligitimasi klaim mereka dengan mengorbankan etika dan metodologi survei.
Ismail memaparkan, sedikitnya ada dua tujuan lembaga survei melakukan hal tersebut. “Pertama, berharap bandwagon effect agar pemilih mengikuti langkah mayoritas publik; dan kedua, menyediakan justifikasi akademik-populis atas kemungkinan tindakan tidak jujur dan segala cara untuk memenangi kontestasi,” ujar Ismail.
Selain itu, Ismail juga menyayangkan sikap lembaga survei yang pilih-pilih saat menentukan materi survei.
Menurut Setara Institue, ada beberapa agenda inkonstitusional yang dipromosikan oleh mereka melalui jajak pendapat secara tidak etis. Di antaranya survei dukungan untuk masa jabatan presiden tiga periode, survei pro dinasti politik, dan survei afirmasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia minimal capres-cawapres.
Menurut Ismail, survei-survei tersebut, memanfaatkan ketidaktahuan publik dan metode pengambilan sampel tertentu untuk meligitimasi hal yang bertentangan dengan konstitusi.
“Di tengah keterbatasan pengetahuan publik atas term-term tersebut, pengambilan sampel secara acak hanya akan menghasilkan afirmasi atas berbagai kehendak-kehendak inkonstitusional, niretika, dan merusak demokrasi,” ucap Ismail.
Dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah itu pun mengatakan hal-hal tersebut muncul akibat sikap tidak transparan para lembaga survei.
Menurutnya, hubungan lembaga survei dengan para politikus tidak pernah diketahui. “Apakah juga merangkap sebagai konsultan politik, juru kampanye yang berlindung di balik kebebasan akademik survei, atau agitator yang ditugasi untuk menggiring opini,” kata dia.
Maka dari itu, Setara Institute mengajak lembaga-lembaga lain untuk mengembalikan posisi survei kepada tujuan awalnya, yaitu untuk mempromosikan nilai-nilai kebajikan.
“Demi keadilan Pemilu, Setara Institute juga mendorong netralitas genuine yang didukung oleh sistem, standar operasi, dan penyikapan atas dugaan pelanggaran alat-alat negara secara transparan dan berkeadilan,” ujar dia.
Sumber: fusilat
Foto: Capres-Cawapres 2024/Net