Menteri Investasi Indonesia/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, blak-blakan menceritakan soal proses pemilihan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Bahlil bercerita, awalnya Gibran bukan pilihan utama untuk dijadikan cawapres karena mereka berencana menduetkan Prabowo dengan Ganjar Pranowo.
"Pertama sebenarnya, idealnya itu dulu adalah ada sebuah pemikiran untuk bagaimana menggabungkan antara Pak Prabowo dan Pak Ganjar. Itu ide, ide besar untuk bangsa. Supaya tidak ada kampret-cebong, supaya dua-duanya matang gitu lho. Itu ide besarnya," tutur Bahlil dalam talkshow kumparan, Info A1, yang tayang Kamis (28/12).
"Pemilunya juga tidak perlu menghabiskan banyak duit, gesekan di bawah juga tidak terlalu besar. Itu ide ideal, gagasan ideal," tambahnya.
Bahlil mengakui, saat itu memang belum ada kesepakatan antara pihak Prabowo dengan Ganjar. Namun ide tersebut tetap digulirkan.
Hingga akhirnya, rupanya Prabowo dan Ganjar sama-sama punya elektabilitas yang sama kuatnya di awal-awal bursa capres dibuka.
"Dan ketika surveinya cuma beda 3%-4% di margin of error, enggak ada yang mau mengalah siapa yang nomor 1, siapa yang nomor 2. Akhirnya ide itu batal," tutur Bahlil.
Setelah ide duet Prabowo dan Ganjar kandas, maka muncul pilihan kedua. Saat itu, Bahlil mendorong seniornya di HIPMI, Menteri BUMN Erick Thohir. Jokowi pun setuju dengan ide Bahlil.
"Jadi Pak Presiden pun waktu awalnya itu mendorong Pak Erick sebagai salah satu cawapres. Bukan satu-satunya ya, sebagai salah satu cawapres. Dan waktu itu kan kemudian kan telah terafiliasi dengan Pak Prabowo, dan Bang Erick waktu itu punya kesempatan yang cukup besar melalui PAN," lanjut Bahlil.
Tapi, tiba-tiba Prabowo malah menyodorkan proposal meminang Gibran sebagai wakilnya. Pinangan itu awalnya ditolak oleh Jokowi.
"Enggak ada [permintaan dari Jokowi soal Gibran jadi cawapres]. Pak Presiden waktu itu nolak. Pak Presiden milih Erick, itu benar," tegasnya.
Nama Gibran itu kemudian dibawa dalam rapat koalisi. Dalam voting tertutup antara parpol Koalisi Indonesia Maju (KIM), Gibran mendapat suara terbanyak, Jokowi pun kembali mengingatkan.
"Nah kemudian waktu itu Pak Presiden meminta, coba tolong lagi pertimbangkan Pak Erick gitu lho ceritanya. Kemudian, berangkatlah ke China dan ke Arab, saya yang tinggal waktu itu," jelas Bahlil.
Saat Jokowi kunjungan kerja di luar negeri itulah, partai-partai di KIM berdiskusi panas untuk menentukan siapa yang bakal menjadi cawapres mereka.
Hingga akhirnya Gibran dipilih karena dianggap tak ada satu pun partai yang resisten dengan ide tersebut.
"Artinya dari semua cawapres yang ada itu, semua partai itu kalau Pak Gibran itu tidak ada partai yang menolak. Semuanya setuju. Tapi kalau selain dari Mas Gibran, itu pasti ada partai yang mendukung dan menolak. Dengan kata lain, Mas Gibran sebagai cawapres di Koalisi Indonesia Maju ini sebagai perangkat untuk semua partai," tandasnya.
Sumber: kumparan
Foto: Pemimpin Redaksi kumparan, Arifin Asydhad (kanan), Pakar komunikasi politik, Irfan Wahid atau Ipang Wahid (kiri) dan Menteri Investasi Indonesia/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia di program Info A1 kumparan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan