Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) kini menolak aturan terkait penunjukan gubernur dan wakil gubernur Jakarta oleh Presiden. Aturan itu termuat dalam Pasal 10 bab IV Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ), yang salah satu didalamnya mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur bakal ditetapkan oleh Presiden RI alias tidak melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Padahal Fraksi PAN DPR RI sebelumnya salah satu yang menyetujui RUU DKJ menjadi inisiatif DPR RI. Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay menegaskan, pemindahan ibu kota negara tak seharusnya menutup ruang demokrasi di Jakarta.
"Dengan berpindahnya ibu kota negara, ada ruang yang lebih cukup untuk melibatkan masyarakat dalam menentukan legislatif dan eksekutif di semua tingkatan. Karena itu, dalam RUU DKJ, pemilihan gubernur harus tetap dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat," kata Saleh kepada wartawan, Jumat (8/12).
Menurut Saleh, dalam memberikan ruang demokrasi di Jakarta, seharusnya para wali kota di Jakarta juga harus dipilih langsung seperti yang ada di daerah lain. Serta dengan adanya pemilihan legislatif pada setiap kota administratif.
"Ini diperlukan agar hak-hak demokrasi rakyat dapat disalurkan dengan baik," ucap Saleh.
Saleh menekankan, pihaknya sejak awal menolak penunjukan gubernur oleh Presiden. Sebab, penunjukan gubernur oleh Presiden merupakan kemunduran demokrasi.
"Itu adalah langkah mundur. Apalagi jika diterapkan di Jakarta dengan karakteristik penduduk yang lebih terpelajar dalam urusan politik," tegas Saleh.
Saat pembahasan di Badan Legislatif (Baleg), kata Saleh, Fraksi PAN konsisten menegaskan soal ini. Bahkan, pihaknya meminta agar persoalan ini dikaji secara serius dan mendalam.
"Nah, Fraksi PAN kemarin itu hanyalah menerima untuk melanjutkan pembahasan RUU DKJ. Sementara substansinya masih penuh dengan catatan. Itu yang nanti akan didalami lagi lebih lanjut bersama pemerintah dan berbagai elemen dan kelompok masyarakat lainnya," ucap Saleh.
Sebagaimana diketahui, RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) kini resmi menjadi inisiatif DPR RI, setelah disahkan dalam rapat paripurna ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12).
Sebanyak delapan fraksi menyetujui RUU DKJ tersebut, yakni fraksi PDIP, fraksi Golkar, fraksi Gerindra, fraksi NasDem, fraksi Demokrat, fraksi PKB, fraksi PAN, dan fraksi PPP. Hanya fraksi PKS menolak pengesahan itu.
Dalam Pasal 10 bab IV RUU DKJ mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur bakal ditetapkan oleh Presiden RI alias tidak melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada).
"Gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi pasal 10 ayat (2).
RUU DKJ mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur selama lima tahun, dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian gubernur dan wakil gubernur akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Sementara, jabatan wali kota atau bupati, akan diangkat dan diberhentikan oleh gubernur.
Dalam RUU DKJ juga menjelaskan, gubernur dan DPRD di Provinsi DKJ dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah akan tetap dibantu oleh perangkat daerah, yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, inspektorat, dinas daerah, badan daerah, dan kota administrasi/kabupaten administrasi.
"Perangkat daerah dan unit kerja perangkat daerah disusun berdasarkan beban kerja dan berbasis kinerja serta bersifat fleksibel," bunyi pasal 12 ayat (4).
Sumber: jawapos
Foto: Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay. Foto: Antara