Suasana pilpres sudah mulai terasa, debat capres & cawapres pertama sudah dimulai, sayangnya saat debat cawapres diwarnai dugaan kecurangan oleh KPU, indikasinya jelas seperti yang diuraikan oleh Roy Suryo, ahli IT, sekaligus adalah seorang politikus asal Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kabinet Indonesia Bersatu II (Tribunews, Selasa 26 Desember 2023).
Roy Suryo menuding KPU tidak adil lantaran hanya cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka yang menggunakan tiga mikrofon sekaligus, akan tetapi telah disanggah oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari bahwa Semua cawapres pakai alat yang sama (Kompas.com, 24 Desember 2023). Tinggal siapa yang bisa dipercaya, Ketua KPU atau Roy Suryo ? Kita lihat saja bagaimana KPU mencoba mengelak, walau banyak orang tahu bahwa Ketua KPU ini salah seorang yang dicurigai sebagai wasit yang curang. Bagaimana KPU ingin melindungi dan memenangkan Gibran tentu waktu yang akan menentukan.
Anies (capres no 1) mengaku berkali-kali dilarang, Sebelumnya, Anies Baswedan buka suara perihal sejumlah agenda kampanyenya di Lombok, NTB, yang dibatalkan secara sepihak dengan alasan tak diberi izin. Anies mengatakan hal ini sudah berulang kali terjadi.”Dan itu kami rasakan bukan sekali, tapi berkali kali. Last minute izin dibatalkan secara sepihak,” kata Anies setelah dialog ‘Desak Anies’ di Mataram, pada Selasa 19/12/2023. (detikBali, Rabu, 20 Des 2023). Kami tidak pernah mendengar KPU menegur Pemda yang mengganggu Anies saat kampanye di bulan kampanye ini.
Bandingkan dengan paslon yang lain, sampai mengumpulkan kades tanpa malu. KPU juga seolah pura2 tidak tau saja. Padahal jelas dan tegas bahwa ASN, Polisi dan TNI harus netral. KPU harus berani menunjukkan bahwa netralitas itu ada, dan apabila ada yang tidak netral, diberi sanksi. Lebih ekstrim baliho Anies saja banyak diganggu KPU terkesan diam dan pura-pura tidak tahu.
Sikap pura2 tidak tau dari KPU ini semakin membuat rakyat tambah tidak percaya pada hasil pilpres 2024 yad. Belum lagi nanti saat pencoblosan dan penghitungan suara yang diperkirakan akan curang. Sebanyak 204 juta data pemilih Pemilu 2024 yang dikelola Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI diduga berhasil dicuri oleh peretas atau hacker. Pelaku diduga mendapatkan data lengkap pemilih itu dengan cara meretas situs KPU RI (Republika, 29 Nov 2023). Terlampir perbandingan data jumlah pemilih dan realisasi pemilih pada pilpres sebelumnya sbb :
PERKEMBANGAN JUMLAH PEMILIH DAN REALISASINYA 2004-2024 (RIBUAN)
Uraian 2004 2009 2014 2019 2024
Hak Memilih 148,000,369 171,068,667 166,322,049 190,779,969 204,000,000
Pemilih 124,420,339 104,099,785 124,924,491 154,257,601 163,200,000*
Partisipasi 84.07% 60.85% 75.11% 80.86% 80.00%
Tidak memilih 23,580,030 66,968,882 41,397,558 36,522,368 40,800,000
Pertambahan Suara – 16% -3% 15% 7%
*) Perkiraan Realisasi Pemilih (80 %)
Pemilih yang yang memiliki hak memilih, tapi tidak menggunakan haknya untuk memilih diperkirakan ada 20 % setara dengan 41 juta suara. Ini merupakan peluang besar menjadi sumber kecurangan. Ingat banyak kasus di tahun 2019, dan mungkin di tahun 2024 ini diperkirakan lebih parah karena istana terang2an menyatakan akan ikut andil untuk memenangkan capres pilihannya. Tahun 2014, jumlah pemilih berkurang, tapi rasanya tidak mungkin penduduk RI berkurang. Tingkat partisipasi rakyat untuk memilih tertinggi pada tahun 2004 dan terendah di tahun 2009.
Sejauh ini baru Prabowo yang yakin pemilu tidak curang, Dua pasangan capres lainnya justru memperingatkan, karena sudah terlihat ada indikasi kearah itu (Republika, 28 Nov 2023), walaupun capres dan cawapres menandatangani deklarasi “kampanye damai, tertib, dan taat hukum” bersama. Menariknya di dalam delkarasi ini tidak ada tertulis “jujur dan adil”, artinya secara hukum dibenarkan adanya kecurangan, asalkan damai, tertib dan taat hukum.
Kecurangan sangat mungkin terjadi “sesaat sebelum pencoblosan”, adanya serangan fajar, pengarahan atau intimidasi dari aparat Desa, pemanggilan oleh Kepolisian dan pengaturan di TPS. Kecurangan saat pencoblosan, antara lain merusak surat suara sehingga menjadi tidak sah, menghitung tidak benar di TPS (terlebih jika tidak ada saksi), meracun petugas KPPS yang sulit dipengaruhi dan menyiapkan kotak suara yang telah dicoblos untuk pasangan calon dari penguasa untuk mengganti pemilih yang tidak hadir. Kecurangan pasca pencoblosan antara lain saat menghitung, dijalan saat membawa ke level berikutnya, dilokasi yang tidak ada saksinya, sampai input ke computer dan di dalam proses pengolahannya (IT). Titik ini merupakan titik paling rawan kecurangan, sehingga harus ada saksi disetiap level perhitungan. Intimidasi dari penguasa sangat mungkin terjadi, apalagi jika KPUnya merupakan personal yang ditunjuk penguasa.
Nah masalahnya apakah partai atau aparat yang terlibat dalam kecurangan akan dibiarkan oleh partai kompetitornya ? atau rakyat akan membiarkan kecurangan ini terjadi ? Apakah rakyat dan partai akan membiarkan pihak istana ikut cawe-cawe supaya anak presiden menang menjadi cawapres kemudian menjadi presiden ? Semuanya tergantung pada rakyat dan partai itu sendiri.
Deklarasi perang terhadap kecurangan dan intervensi istana mungkin diperlukan untuk mencegah kecurangan ini. Istana sudah menyiapkan segala sesuatunya dengan baik, sejak dari pelaksana, aparat sampai pengadilan. Ini yang harus dikawal jangan sampai terjadi kecurangan.
Pilpres yang dilaksanakan dengan baik, jujur, adil tentu hasilnya akan diterima semua pihal dengan baik, legitimasinya akan kuat. Sebaliknya bagi presiden terpilih akibat dugaan kecurangan akan menjadi bulan-bulanan rakyat karena memang tidak akan diterima oleh rakyat, walau secara hukum sah. Apalagi hukum sekarang dapat diubah sesuai selera penguasa.
Memenangkan pilpres dengan segala cara tidak akan menghasilkan pemimpin yang baik, bahkan dapat menhancurkan negara dan bangsa ini, oleh karena itu kecurangan harus diperangi. Pencegahan sejak awal harus sudah diantisipasi, terutama wasit dan apparat di lapangan. Perang terhadap kecurangan dalam pilpres,walaupun rakyat harus melawan istana tidak termasuk makar untuk merebut kekuassaan.
Bandung, 26 Desember 2023
Oleh Memet Hakim
Pengamat Sosial & Wanhat APIB & APP TNI
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.