Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah mengkritik Wapres ke-10 dan 11 Jusuf Kalla (JK) yang mendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan ikut 'turun gunung' mendampingi keduanya dalam kegiatan kampanye.
Menurut Fahri, JK sebagai mantan pemimpin bangsa seharusnya mengambil posisi sebagai pendamai di Pilpres 2024.
"Saya tidak setuju Pak JK diseret masuk pertarungan. Saya enggak tega nembak balikkan beliau," kata Fahri dalam tulisannya di platform X, dikutip Sabtu (13/1).
"Kita perlu sisa-sisa mantan pemimpin bangsa duduk menjadi pandita. Pendamai dalam demokrasi ini," lanjutnya.
Fahri kemudian mencontohkan Ketum NasDem Surya Paloh yang cenderung diam dan menyerahkan urusan Pilpres 2024 kepada kadernya.
"Pak SP saja yang Ketum NasDem bisa. Sebagai senior Golkar sebaiknya Pak JK minta maaf kepada Airlangga," pungkasnya.
Tulisan Fahri tersebut ditanggapi jubir JK, Husain Abdullah. Pria yang disapa Uceng itu mengatakan, JK 'turun gunung' karena sebagai negarawan memikirkan kepentingan bangsa dan negara.
"Itu adalah sebuah ijtihad dari Pak JK. Karena seorang negarawan seperti Pak JK melihat sesuatu lebih dari kepentingan partai semata, tetapi kepentingan bangsa dan negara," kata Uceng.
Ia menyebut, kepentingan partai hanya sebatas konstituennya. Sementara kepentingan bangsa meliputi rakyatnya, yang lintas partai, geografi, suku, agama dan ras.
"Sebagai negarawan Pak JK tidak berpikir tentang kepentingan partai dalam 5 tahunan, tetapi dari generasi ke generasi," ujarnya.
Sehingga, lanjut Uceng, JK yang 'turun gunung' ingin memberikan arah dalam memilih pemimpin.
"Pak JK merasa perlu berdiri tegak di depan memberi arah dalam memilih pemimpin, agar bangsa ini menyambut masa depan yang lebih baik," pungakasnya.
Sumber: kumparan
Foto: Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah saat diwawancarai dalam program talkshow Info A1 kumparan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan