Partai Gerindra mencium adanya gelagat untuk menggagalkan Pemilu 2024. Upaya itu ditenggarai kian masif di tengah derasnya isu pemakjulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengungkapkan, setidaknya ada dua hal yang menjadi sorotan utama Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, terkait isu tersebut.
"Yang pertama mengenai dugaan adanya kegiatan, gerakan, atau aktivitas yang kemungkinan tujuannya adalah menggagalkan Pemilu 2024," katanya pada Jumat, 12 Januari 2023.
Kemudian yang kedua, soal garis besar adanya potensi kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Habiburokhman lantas menjelaskan, bahwa pihaknya telah mendapat masukkan dari masyarakat yang mendeteksi adanya rencana atau potensi menggagalkan Pemilu 2024 nanti.
"Rencana penggagalan itu dilakukan setidaknya beberapa langkah berikut, yang pertama adalah penyebaran koran gelap yang sangat masif di berbagai kota besar. Isinya adalah fitnah. Ini sudah beredar 2 hingga 3 hari," katanya.
Adapun isi narasi koran gelap tersebut, memuat soal tuduhan atau fitnah terhadap Prabowo, yang dituding terlibat pelanggaran HAM berat, yakni soal penculikan aktivis 98.
"Ada gambar Pak Prabowo, ia difitnah sebagai penculik. Padahal ada 4 fakta hukum yang jelas-jelas menguatkan bahwa Pak Prabowo tidak ada kaitannya sama sekali dengan penculikan aktivis 98," tuturnya.
4 fakta tersebut, di antaranya, yakni tidak ada satu keterangan saksi dalam persidangan Tim Mawar yang menyebutkan adanya perintah atau arahan dari Prabowo untuk melakukan penculikan tersebut.
Lalu yang kedua adalah hasil keputusan Dewan kehormatan perwira tahun 1998 dengan terperiksa Letjen (purnawirawan) Prabowo Subianto.
Kemudian fakta ketiga adalah keputusan Presiden BJ Habibie yang merupakan panglima tertinggi TNI waktu itu.
"Putusannya adalah memberhentikan Pak Prabowo secara hormat dengan menghargai jasa-jasanya dan pengabdiannya selama bertugas di TNI."
"Nah yang terakhir, yang terpenting adalah menurut saya sudah lebih dari 16 tahun sejak tahun 2006 Komnas HAM tidak pernah bisa melengkapi hasil penyidikan perkara pelanggaran hukum berat terkait penculikan aktivis tersebut," sambungnya.
Padahal, lanjut Habiburokhman, menurut ketentuan Pasal 20, Komnas HAM hanya diberikan waktu 30 hari untuk melengkapi hasil penyelidikan tersebut.
"Kami curiga, gerakan untuk menggagalkan pemilu adalah adanya hasutan kepada mahasiswa untuk turun ke jalan, untuk melakukan demonstrasi menentang politik dinasti dan membangun narasi soal pelanggaran HAM."
Menurut Habiburokhman, isu liar yang dihembuskan saat ini sangat berbahaya, karena bisa menganggu stablitas negara.
"Kalau kita lihat isinya standar-standar saja, tetapi ini semakin tidak masuk akal dan kita tahu di era pemilu ini kan sangat sensitif. Ketika ada yang melakukan demonstrasi, misalnya tentu akan memancing reaksi dari pihak-pihak yang lain," kata dia.
Sumber: viva
Foto: Gerindra soal isu pemakjulan Jokowi hingga menggagalkan pemilu Sumber : Istimewa