Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebut pemakzulan Presiden RI Joko Widodo bisa dilakukan dan sesuai konstitusi. Hal tersebut disampaikan Feri menanggapi wacana pemakzulan presiden yang digulirkan Petisi 100.
Menurut Feri, presiden bisa dimakzulkan jika memenuhi kriteria melanggar hukum seperti suap, korupsi, mengkhianati negara, tindak pidana berat, dan melakukan perbuatan tercela (misdemeanor). Ia menyebut proses dan syarat-syarat pemakzulan ini termuat dalam konstitusi UUD 1945.
"Nah, apakah tindakan-tindakan presiden bisa dianggap sebagai perbuatan tercela? Tentu harus melalui proses. Dan proses itu tidak dilarang dalam konstitusi," kata Feri dalam program "Kompas Petang" Kompas TV, Selasa (16/1/2024).
Dosen di Universitas Andalas itu menyampaikan, jika dilakukan, proses pemakzulan akan melibatkan DPR, Mahkamah Konstitusi, dan MPR. Ia pun menyebut cepat/lambatnya proses tergantung dengan kemauan politik yang ada.
"Sepanjang Presiden oleh masyarakat melalui DPR dianggap melakukan pelanggaran hukum dan tidak memenuhi syarat dia dapat diajukan pemberhentian di tengah jalan," katanya.
Feri menambahkan, sudah ada banyak bukti untuk memproses pemakzulan Jokowi. Menurutnya, titik masuk gugatan bisa dari pernyataan terbuka Jokowi bahwa ia akan "cawe-cawe" dalam proses transisi kepemimpinan di Indonesia.
Feri mencontohkan pemakzulan Presiden AS Richard Nixon pada 1970-an karena "cawe-cawe" presiden yang diketahui usai terungkapnya skandal Watergate.
Selain itu, Feri Amsari menunjuk peristiwa pemanggilan ratusan kepala daerah dan pengurus-pengurus desa ke Istana pada Oktober 2023 lalu pada Desember 2023 sebagai bukti dugaan penyalahgunaan wewenang Jokowi sebagai presiden.
"Apa saja cawe-cawenya bisa kita urai. Faktanya Presiden menunjuk 278 kepala daerah, yang kemudian akan mengoordinasikan kepentingan politik anaknya (Gibran). Presiden bahkan mengundang kepala desa untuk kemudian menunjukkan sikap keberpihakannya, anaknya bertemu kepala-kepala desa itu untuk mendukungnya," kata Feri.
"Jadi, Presiden sebenarnya kalau mau dilihat menyalahgunakan wewenang untuk memenangkan kandidat tertentu, sudah banyak buktinya, tinggal keberanian partai politk yang nanggung dalam berbagai hal. Dia tahu Presiden punya masalah, tapi dia hendak berdiri di banyak kaki, ini partai politik kita," lanjutnya.
Sementara itu, inisiator Petisi 100, Faizal Assegaf menyebut gerakan yang berupaya memakzulkan Jokowi bukanlah gerakan baru. Ia menyebut gerakan ini telah dimulai sejak Juni 2023.
Faizal menyampaikan terdapat berbagai alasan untuk mengupayakan pemakzulan Jokowi, di antaranya adalah dugaan intervensi KPK, masalah-masalah "perampokan" sumber daya alam, kekacauan hukum, dan puncaknya adalah tindakan "cawe-cawe" politik Jokowi.
Faizal menambahkan, pihaknya sudah bertemu dengan Menko Polhukam Mahfud MD pada 9 Januari lalu yang mempersilakan gerakan untuk memakzulkan Jokowi. Pihaknya pun telah bersurat ke DPR RI.
Menurut Faizal, gerakan masyarakat sipil yang hendak memakzulkan Jokowi pun bisa memanfaatkan Satgas Pemilu bentukan Kemenko Polhukam untuk konsolidasi.
"Karena semua lembaga negara pengawasan, partai politik, khsusnya di lingkaran kekuasaan ini sudah ambruk moralnya. Maka yang tersisa instrumen di Kemenko Polhukam ini digunakan oleh rakyat untuk mengonsolidasikan hak-hak mereka dalam bernegara," kata Faizal.
Sumber: kompas
Foto: Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menyebut pemakzulan Presiden RI Joko Widodo bisa dilakukan dan sesuai konstitusi. (Sumber: AP Photo)