Indonesia tidak mungkin akan menjadi negara yang lebih baik, maju, adil, dan sejahtera apabila penguasa dan para pejabatnya terus dikendalikan oleh China untuk selalu berbuat curang, licik, kotor, culas, zalim, dan menghalalkan segala cara. Dalam Islam perbuatan semacam itu dikutuk oleh Allah dan menjadikan pelakunya ahli-ahli neraka Jahannam.
Dulu orang Indonesia dikenal sangat religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, dan agama. Tapi sekarang semuanya sudah luntur, sudah berubah. Memang banyak muslimnya dan bahkan banyak yang lulusan pesantren atau sarjana Agama. Tapi mereka sudah dikendalikan oleh nafsu duniawi. Demi memuaskan hawa nafsu, mengejar dunia, memperoleh jabatan tertentu dan kekuasaan agama telah dipermainkan diinjak-injak semaunya sendiri.
Selama ini Allah sengaja membiarkan kejahatan di Indonesia meraja lela karena sebagai “hukuman dunia” atas perilaku umat Islam sendiri yang tidak peduli kepada agamanya. Pemimpin bejat lahir dari rakyatnya yang bejat. Kalau rakyatnya justru membantu kezaliman penguasa pendusta dan zalim, bagaimana Allah akan menolong umat Islam ?
Kalau orang Islam yang paham agama, membantu dan mendukung pemimpin pendusta dan zalim itu dosa besar dan di akhirat tidak akan diakui sebagai umat Rasulullah sae.
Sabda Nabi saw :
“Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku akan ada para pemimpin (pendusta dan zalim) ? Siapa yang masuk kepada mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka dan menyokong kezaliman mereka, maka dia bukan golonganku, aku juga bukan golongannya. Dia juga tak akan menemuiku di telaga”. (THR. Tirmidzi, Nasai dan Al Hakim).
Pertolongan Allah baru akan datang jika rakyat Indonesia menolong agama Allah, bukan menolong pemimpin seperti Jokowi, Prabowo dan Gibran yang sudah jelas-jelas dari awal melanggar hukum, etika dan moral dan sekarang malah bersekutu dengan oligarki taipan untuk melakukan kecurangan brutal demi ambisi ingin berkuasa. Masa pemimpin seperti ini yang kalian tolong fan dukung ?
Saat Partai-partai Politik kita hampir semuanya telah tergadai oleh urusan dunia dan hawa nafsu, orientasinya hanya harta, jabatan dan kekuasaan , tidak punya prinsip guna beramar ma’ruf nahi munkar, menegakkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan, serta berjuang demi mensejahterakan rakyat. Yang dipikirkan dan dikejar hanya kursi Menteri, pimpinan lembaga, gelontoran dana (sekalipun sumbernya haram), dan bisa terbebas dari jeratan hukum.
Indonesia yang sudah di ambang kehancuran dengan jeratan hutang yang menggunung (sudah mencapai 8000 triliun), sumber daya alam yang dikeruk oleh China, ekonomi mikro yang terpuruk, lapangan kerja yang sulit, pendidikan dan kesehatan mahal, harga-harga barang melambung tinggi, dan rakyat makin tercekik, dll tapi atas kerakusan dan kebodohan elit pejabat masih saja memilih pemimpin boneka China.
Hanya dengan perubahan secara radikal Indonesia bisa terselamatkan dan bencana keterpurukan. Tapi para pengkhianat bangsa ini terus menghalangi untuk terjadinya perubahan dan perbaikan negeri.
Rezim Jokowi selama 10 tahun telah membawa Indonesia mundur jauh ke belakang dalam segala bidang. Hanya infrastruktur yang dikendikan China yang terus dibangun Jokowi, termasuk pembangun IKN hanya untuk kepentingan China, bukan untuk Rakyat Indondesia.
Sayangnya, para elit penguasa telah tersandera oleh oligarki taipan dan China komunis sehingga mereka telah jadi budak-budak China yang terus menghambat kemajuan, keadilan, dan kemakmuran rakyat Indonesia. Mereka adalah para penglhianat bangsa dan negara.
Bandung, 10 Syaban 1445
Oleh: Sholihin MS
Pemerhati Sosial dan Politik
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.