Belum ada seminggu sejak penayangan film dokumenter Dirty Vote, sejumlah aktivis laporkan pihak yang terlibat.
Aktivis yang tergabung dalam DPP Forum Komunikasi Santri Indonesia (FOKSI) itu laporkan ketiga akademisi dan sutradara Dirty Vote.
Senin, 12 Februari 2024 kemarin sehari setelah film tersebut tayang, perwakilan dari aktivitas muda itu mendatangi Bareskrim Mabes Polri.
Pihaknya ingin berkonsultasi terkait pelaporan Bivitri Susanti, Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar, serta Dandhy Dwi Laksono.
Dikatakan ketiga akademi dan sutradara Dirty Vote diduga melanggar pasal 287 ayat 5 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Ketua Umum FOKSI menyebut cara ketiga akademi dan sutradara Dirty Vote tersebut keji lantaran melakukan penghinaan terhadap Pemilu.
Selain itu menurutnya film ini membuat masyarakat menjadi ragu terhadap Pemilu yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
“Tata cara yang keji mereka melakukan pendiskreditan terhadap Pemilu yang sah dengan mengembel-embeli sebagai akademisi ini salah,” ucap M Natsir Sihab yang dikutip Kilat.com dari Youtube Official iNews pada 13 Februari 2024.
“Yang kedua adalah kepentingannya adalah kepentingan bagaimana ini supaya membuat masyarakat jadi ragu akan mengenai Pemilu,” sambungnya.
Film garapan Dandhy Dwi Laksono ini secara garis besar mengungkap berbagai instrumen kekuasaan yang digunakan berbagai pihak untuk tujuan memenangkan Pemilu.
Akibat penyalahgunaan tersebut secara bertahap mulai ditunjukkan bahwa tatanan demokrasi di Indonesia mulai rusak.
Film Dirty Vote ini menggali berbagai dugaan kecurangan selama Pemilu 2024 mulai dari bansos, ketidaktegasan Bawaslu dan KPU, pelanggaran oleh sejumlah peserta Pilpres, hingga pejabat negara.
Film ini berusaha membongkar penggunaan infrastruktur kekuasaan yang kuat yang secara gamblang dipertontonkan demi mempertahankan status quo.
Sayangnya setelah film yang rilis Minggu, 11 Februari 2024 itu tayang, muncul beragam pro dan kontra dari berbagai pihak.
Publik menilai bahwa film dokumenter tersebut diproduksi untuk kepentingan tertentu apalagi ditambah muncul di saat masa tenang sebelum Pemilu 2024.
Namun tidak sedikit yang menyebut bahwa film ini membuka mata publik bahwa demokrasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. (*)
Sumber: kilat
Foto: 3 pakar hukum tata negara yang menjadi narasumber film dokumenter Dirty Vote. (twitter.com/Dandhy_Laksono)