Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebutkan, pemberian fee proyek dengan nilai 5 sampai 15 persen dalam pengadaan proyek pemerintah merupakan hal yang lazim terjadi.
Pernyataan itu Alex sampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa yang digelar Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
Rapat itu dihadiri sejumlah perwakilan kementerian/lembaga termasuk perwakilan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Alex mengatakan, nilai belanja pemerintah menyangkut pengadaan barang dan jasa sangat besar dan kerap ditemukan praktek korupsi.
“Permintaan fee itu sudah menjadi suatu yang lazim. Fee proyek antara 5 sampai 15 persen itu adalah sesuatu yang lazim,” kata Alex di Gedung Juang KPK, Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Alex yakin, para APIP di lingkungan pemerintah daerah juga mengetahui bahwa proses pengadaan barang dan jasa itu dikorupsi.
Belanja negara itu diwarnai persekongkolan hingga kesepakatan jahat antara pemerintah terkait dengan vendor atau perusahaan penyedia barang.
Namun, para APIP itu kerap merasa sungkan karena tidak jarang perusahaan yang dihadapi dekat dengan pusat kekuasaan.
“Bapak ibu ya agak sedikit mungkin sungkan ketika berhadapan dengan vendor yang kemudian bapak ibu ketahui ada hubungannya dengan ya pimpinan tertinggi di daerah tersebut,” ujar Alex.
Alex menyarankan, jika para APIP menghadapi situasi tersebut mereka bisa melaporkan dugaan korupsi itu ke aparat penegak hukum (APH) setempat.
Meski demikian, Alex juga mengetahui bahwa APH di daerah juga terikat dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Karena itu, Alex mendorong agar mereka melaporkan dugaan korupsi itu ke KPK. Pihaknya berjanji akan menindaklanjuti aduan yang masuk.
“Laporkan ke KPK. Enggak usah ragu, tidak usah ragu bapak ibu sekalian, kami akan melindungi siapa pihak pelapor dan kami akan menindaklanjuti tentu saja,” tutur Alex.
Sumber: kompas
Foto: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan lembaganya sudah selama 20 tahun dan menggunakan Pasal 44 Undang-Undang (UU) KPK sebagai dasar hukum menetapkan tersangka, Rabu (31/1/2024).(KOMPAS.com/Syakirun Ni'am)