Menjalani hidup sebagai mantan teroris tidaklah mudah. Stigma buruk dari masyarakat kerap didapatkan.
Kisah ini dialami Abdul Qadir alias Aiman, warga kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Ia yang sempat bergabung dengan kelompok radikal di Poso kini telah hijrah.
Ya, masa lalu yang dialaminya boleh kelam, tapi Aiman tak ingin terus ada disana. Ia ingin melepas bayang-bayang status sebagai seorang teroris.
Aiman ditangkap Densus 88 sekitar tahun 2015 lalu. Semenjak menjalani hukuman di penjara, ia bernazar ingin menjalani kehidupan yang lebih bermanfaat setelah bebas.
Selain berjanji mencintai dan setia untuk NKRI, ia ingin menebus kesalahan masa lalunya dengan membangun rumah tahfidz dan mengabdikan diri mengajar mengaji.
Niat baiknya terwujud di sebuah pondok sederhana berukuran 4x7 meter. Lokasinya berada di jalan Karaeng Makkawari, Kecamatan Sombaopu Kabupaten Gowa.
Rumah sederhana beratap anyaman daun kelapa serta dinding tripleks itu dibangun tahun 2020 dan diberi nama Rumah Tahfidz Quran Az Zahidah.
Di sana, Aiman mengajar anak-anak mengaji secara sukarela bersama sang istri. Tidak dibayar sepeser pun.
Ia mengaku sebenarnya tidak mudah meyakinkan warga untuk membangun rumah tahfidz tersebut. Aiman kerap dipandang sebelah mata karena masa lalunya.
Namun, ia mendapat pendampingan dari Polda Sulsel untuk kembali ke jalan yang lurus. Aiman terus didampingi untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta dan mengabdi kepada masyarakat.
"Awalnya sulit mendapat kepercayaan warga, tetapi semakin ke sini saya bisa membuktikan kalau saya ini sudah berubah," ucapnya, Sabtu, 16 Maret 2024.
Ia ingat awal mula mendirikan Az Zahidah hanya punya dua santri. Kini jumlah santrinya mencapai 30 orang. Berusia Sekolah dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Dua orang itu anak tetangga. Alhamdulillah, keduanya cepat paham dan mulai fasih membaca alquran serta menghafal. Hal inilah yang kemudian membangun kepercayaan masyarakat," ungkapnya.
Kabar baik itu pun beredar dari mulut ke mulut. Perlahan-lahan warga mendatangi Aiman dan mendaftarkan anaknya untuk menghafal Alquran.
"Mereka senang karena ketika menanyakan berapa biaya yang harus dibayar, saya bilang gratis. Jadi biasa orang tua santri datang membawakan hasil panen seperti beras dan sayuran. Ditolak juga tidak enak, ya alhamdulillah rejeki. Katanya itu sebagai ucapan terima kasihnya karena anaknya jadi pintar mengaji," tuturnya.
Aiman mengatakan, tak hanya menerima warga sekitar di jalan Karaeng Makkawari, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa sebagai santri. Mereka siap mengabdikan diri untuk mengajar untuk siapa pun.
Untuk jadwal pengajarannya di mulai sore hari hingga selesai shalat Isya. Namun selama ramadhan ini dimulai sesudah salat subuh hingga dzuhur.
Aiman bersyukur sebab tak sedikit orang baik yang terus membantunya membangun kepercayaan masyarakat. Bahkan juga ikut menjadi dermawan membantu alat-alat mengaji.
Di satu sisi ada dukungan dari para personil Polda Sulsel yang membuatnya merasa dicintai dan diterima kembali.
"Saya cukup terharu sebab masih banyak orang yang memperhatikan. Termasuk personil dari kepolisian yang terus mensupport niat baik saya," ucapnya.
Sumber: suara
Foto: Abdul Qadir alias Aiman, warga kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan membangun rumah tahfidz dan mengabdikan diri mengajar mengaji setelah bebas dari penjara kasus terorisme [SuaraSulsel.id/Istimewa]