Suasana menjelang penetapan hasil Pemilu 2024 harus dijaga agar tetap damai. Terutama dengan tidak menyebar berita bohong atau hoax yang dapat memicu perselisihan di masyarakat.
Begitu dikatakan Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi menyoroti pernyataan Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Henry Yosodiningrat, yang gencar menyuarakan adanya kecurangan pada Pemilu 2024.
Dalam pernyataannya Henry menyinggung kekalahan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD khususnya di Jawa Tengah, yang dipimpin Ganjar Pranowo selama 10 tahun dan dikenal sebagai kandang banteng.
Menurut Henry, penyebab kekalahan tersebut karena adanya dugaan mobilisasi massa untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Dugaan mobilisasi massa itu terjadi di Kabupaten Sragen sehingga partisipasi pemilih di sana hanya sekitar 30 persen.
Bagi Haidar Alwi, pernyataan tersebut patut disesalkan. Katanya, Henry sebagai politisi bergelar akademis profesor bisa bijak dan menjadi contoh pada masyarakat.
"Tidak perlulah sebar-sebar hoax segala. Apalagi seorang profesor yang seharusnya bisa memberikan edukasi bagi masyarakat, bukan malah menyebarkan hoax," kata Haidar Alwi dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
Menurutnya, apa yang disampaikan Henry sama sekali tidak benar dan tidak berdasarkan data yang kredibel. Untuk menguji pernyataan Henry, dia pun melakukan penghitungan menggunakan data KPU.
Untuk menghitung partisipasi pemilih, rumusnya adalah jumlah DPT dibagi jumlah suara sah dan tidak sah kemudian dikali 100 persen.
Adapun jumlah DPT Kabupaten Sragen 2024 yaitu 760.294. Jumlah suara sah dan tidak sah Pilpres 644.274.
"Hasilnya, partisipasi pemilih di Kabupaten Sragen 2024 yakni 84,74 persen. Jadi angka yang 30 persen Henry itu dapatnya dari mana? Suara Ganjar dikali dua?" bebernya.
Karena itu, Haidar Alwi berpesan agar masyarakat tidak menelan mentah-mentah setiap informasi sekalipun disampaikan oleh seorang politisi bergelar akademis tinggi.
"Karena sekarang banyak pihak-pihak yang mencoba mengadu domba rakyat dengan pemerintah, untuk mendapatkan bargaining politik," pungkasnya.
Sumber: rmol
Foto: Henry Yosodiningrat/RMOL