“Jauh lebih plong.”
Itu adalah kalimat yang terucap dari R. Pria asal Jakarta yang meminta namanya dirahasiakan itu merupakan eks pegawai perusahaan teknologi raksasa asal Amerika Serikat, Google.
Pada akhir 2023 ini R bersama sang istri, yang juga bekerja di Google, mengambil keputusan besar. Mereka sepakat keluar dari perusahaan mentereng yang selama kurang lebih dua tahun menjadi sumber nafkah ini.
Keputusan R dan istri diambil akibat perang yang terjadi di Gaza serta keterlibatan Google dalam membantu Israel memerangi warga Palestina. Sejak perang Gaza pecah pada 7 Oktober 2023, sebanyak 31 ribu orang tewas, mayoritas wanita dan anak-anak.
Ditemui kumparan di sebuah coffee shop di Jakarta Timur, R menceritakan perjalanan spiritualnya sampai mengambil keputusan untuk meninggalkan Google. Itu semua terjadi di Makkah, saat dia dan istrinya beribadah umrah.
Dengan senyuman yang selalu menghiasi wajah, R mengungkap rencana awalnya adalah memberangkatkan umrah kedua orang tuanya pada akhir 2019, jauh sebelum dia dan istri gabung Google maupun perang Gaza.
Namun, umrah baru terwujud pada 2023 atau empat tahun setelahnya. Kematian sang ayah, pandemi COVID-19 hingga beberapa kali berganti pekerjaan membuat rencana bertamu ke Baitullah terpaksa ditunda beberapa tahun.
Pada 2023 itu, R dan istrinya telah bekerja di Google di Jakarta. Rombongan umrah itu terdiri dari R, istri dan tiga anak mereka, ibu dan kakak kandung serta mertua R. Total ada sembilan orang.
Di Makkahlah titik balik keputusan R keluar dari Google muncul. Berasal dari keluarga muslim, R menceritakan ayahnya seorang moderat dan ibu lebih religius. Itu membuat R selalu menjaga salat — salah satu dari lima pilar/tiang agama Islam (rukun Islam).
Ibu juga kerap mendidik R agar taat beragama meski ada kenakalan di masa muda dan kesibukannya mengejar karier di dunia profesional. Ketika berada di Makkah untuk umrah, R memilih makin mendalami Islam.
Saat iman sedang tebal-tebalnya, dengan tatapan begitu serius R bercerita peristiwa di malam 17 Oktober 2023 di Makkah, atau sekitar 10 hari setelah Israel menyerang Gaza. Istrinya tiba-tiba menangis, padahal hari itu dia baru menunaikan umrah di hari pertama di Makkah.
“Tiba-tiba ada berita dari teman Googler (sesama pekerja Google) di Jakarta. Sudah dapat berita ini belum? Apa? Sebenarnya bukan berita, dia beri tahu mengenai Project Nimbus,” kata R.
Mendengar kabar bahwa tempatnya bekerja terlibat Project Nimbus, hal pertama yang dilakukan R adalah menenangkan istrinya yang masih menangis dan terkejut.
Project Nimbus adalah proyek kerja sama pemanfaatan teknologi AI yang disepakati oleh Militer Israel (IDF) dan Google serta beberapa tech company Barat seperti Amazon.
Project Nimbus menuai kritik luas dari sejumlah pihak di dunia. Sebab, lewat Project Nimbus Israel mengumpulkan data warga Palestina secara ilegal dengan tujuan memperluas pendudukan, serta menjadi sarana pelanggaran HAM terhadap warga Palestina secara lebih luas.
Tabayun ke Ustaz
Sebagai seorang muslim yang terus mendalami ilmu agama, R memutuskan tabayun untuk mengambil keputusan.
Tabayun dilakukan demi mengetahui apakah nafkah yang didapat dari perusahaan tempatnya bekerja
“Aku nanya juga sama Pak Ustaz ini (tempat) bergantung nafkah dan segala macam. Kalau begini, perpisahan jalan (resign) atau apa? Setelah tabayun, kalau hatinya dan logikanya menyatakan pendapatan atau nafkahnya — bahasanya syubhat, itu yang mendekati keburukan,” jelas R.
“Kalau merasakan seperti itu sebaiknya disegerakan untuk berpisah jalan,” kata R menirukan perkataan ustaz yang berkomunikasi dengannya.
Sekembalinya dari Makkah, R mengambil tindakan. Ia menanyakan ke pimpinan lokal di Google mengenai keberadaan Project Nimbus dan bagaimana pendapat Google mengenai keberagaman.
"Karena gini, kalau Google berkontrak dengan Israel dan Israel menggunakan ini untuk perang, itu berarti Google tidak menghargai diversity yang selama ini diagung-agungkan,” tegas R.
Setelah mendapat informasi yang diterima dan selesai tabayun, R akhirnya mendapat jawaban bahwa memang ada teknologi dari Google yang dilibatkan pada konflik Israel-Palestina.
Menurut R, apa yang dilakukan perusahaan tempatnya bekerja sudah melewati ambang batas moral yang dianutnya. Maka keputusan diambil adalah dirinya dan istri berpisah dengan Google tepatnya pada 31 Desember 2023.
“Aku dan istri threshold-nya adalah kalau benar teknologi Google kepakai sama perang, because it's not only about religious issue, it's about humanity issue. Dan kita joining this company not for fame and fortune,” papar R.
“Google company yang dipakai sama manusia banyak, lho. Kalau dipakai untuk perang, feeling yang dinyatakan bersama adalah feeling betrayed,” tegas R.
Sumber: kumparan
Foto: