Beredar wacana atau rumor kalau MK diarahkan untuk ‘kompromi” dengan hanya mendiskualifikasi Gibran sebagai Cawapres tanpa adanya Pemilu Ulang.
Wacana ini sangat menyesatkan, karena cacatnya proses Pilpres yang melanggar Konstitusi ada dua :
1. Soal Pencawapresan Gibran yang cacat hukum dan cacat moral
2. Pelaksanaan Pemilu, khususnya Pilpres yang curang secara TSM dan brutal.
Kedua poin di atas memiliki tingkat pelanggaran yang sama besar yang tidak bisa dibenarkan baik secara Undangan-undang, moral dan etika, dan tatanan bernegara yang selama ini selalu dijaga dengan baik.
MK sebagai lembaga Pengawal Konstitusi atau the guardian of constitution berkewajiban dan berfungsi untuk meluruskan konstitusi yang telah diselewengkan.
Jika MK berkompromi dengan kebatilan dan pelanggaran hukum, maka dipastikan negara tidak akan stabil, menjadi lebih baik, dan merdeka.
Jika kemenangan Prabowo dibenarkan, padahal kecurangan terjadi karena Prabowo hanya numpang pada Gibran, maka sama saja dengan pengelabuan dan manipulasi.
Yang hendak ditegakkan oleh para tokoh bangsa baik dari para guru besar, akademisi, para jenderal purnawirawan, tokoh nasional, para ulama, tokoh lintas agama, mahasiswa, buruh, emak-emak, para jawara, dan rakyat yang masih berakal sehat dan punya hati nurani adalah :
Pertama, Menolak Pencawapresan Gibran yang cacat hukum dan moral
Kedua, Menolak Pemilu curang
Ketiga, Menolak intervensi kekuasaan yang secara terang-terangan berpihak dan memobilisasi seluruh aparat negara untuk memenangkan paslon 02
Keempat, Menolak keterlibatan KPU dari tingkat Pusat sampai panitia terbawah di TPS-TPS dalam proses kecurangan yang diorganisir secara rapih
Kelima, Menolak penggunaan aplikasi “Sirekap” yang rusak, manipulatif, dan misterius kejahatannya
Dengan telah terbuktinya proses Pemilu yang tidak jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia maka produk dari pemilu curang harus dibatalkan. Oleh karena itu, kemenangan Paslon 02 harus didiskualifikasi.
Solusi yang paling tepat adalah mendiskualifikasi Paslon 02 dan dilakukan Pilpres Ulang. Kompromi yang paling memungkinkan adalah mendiskualifikasi Gibran dan dilakukan Pemilu ulang tanpa Gibran.
Sebenarnya dengan memperhatikan tingkat kesengajaan Timses Paslon 02 yang diaktori oleh Jokowi dan dibiarkan oleh Paslon 02 Prabowo-Gibran seharusnya MK memenangkan Paslon 01, Anies-Muhaimin dan mendiskualifikasi Paslon 02 Prabowo-Gibran tanpa Pemilu. Jika ini putusan yang dipilih Ketua Hakim MK, maka benar-benar telah kembali ke rel yang benar.
Jika Hakim-hakim MK masih membiarkan kemenangan Prabowo tanpa Gibran, maka Indonesia masih tetap dalam cengkeraman China. Apalagi dengan adanya komitmen Prabowo yang akan melanjutkan program-program Jokowi dan juga kerjasama dengan China artinya Pemerintahan berikutnya masih sebagai “proxy” dan boneka China.
Dengan track record Prabowo yang terbelit masalah Ham berat, proyek food estate yang gagal, pembelian alutsista bekas yang bermasalah terindikasi sarat korupsi, sikapnya yang temperamen, dan usianya yang sudah sepuh dan sakit-sakitan, maka pemerintahan Prabowo bakal lebih buruk dari pemerintahan Jokowi. Yang merasa sangat gembira tentunya para oligarki taipan, China komunis, kroni-kroninya serta para penjilatnya, tapi tidak bagi rakyat. Rakyat akan tetap menderita dan sengsara.
Apalagi Prabowo berpotensi menjalin hubungan dengan Israel, maka semakin menyakiti hati umat Islam.
Semoga Hakim-hakim MK bisa memutus dengan mengedepankan keadilan bagi rakyat dengan tetap menjaga ruh konstitusi.
Bandung, 7 Syawwal 1445
Oleh: Sholihin MS
Pemerhati Sosial dan Politik
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.