10 Juta Gen Z di RI Nganggur: Sekolah Kagak Kerja Kagak, Maunya Apa? -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

10 Juta Gen Z di RI Nganggur: Sekolah Kagak Kerja Kagak, Maunya Apa?

Jumat, 17 Mei 2024 | Mei 17, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-05-17T02:37:20Z

Aktivitas pendidikan dan bekerja dipandang sebagai kegiatan produktif karena memberikan nilai tambah secara ekonomi. Dengan bekerja, pemuda dapat memperoleh upah atau pendapatan.

Dengan menempuh pendidikan, seseorang diharapkan akan mendapat pengembalian penghasilan pada saat bekerja nanti. Hal tersebut sesuai dengan asumsi dasar teori Human Capital bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan.

Sebaliknya, pemuda yang tidak bersekolah dan tidak bekerja dianggap tidak produktif karena potensinya tidak diberdayakan. Kondisi ini dimonitor dalam salah satu indikator dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu persentase usia muda (15-24 tahun) yang sedang tidak sekolah, tidak bekerja, dan tidak mengikuti pelatihan (Not in Employment, Education, and Training/NEET).

Dengan kata lain, NEET menggambarkan penduduk usia muda (15-24 tahun) yang tidak berada dalam dunia pendidikan sekolah/pelatihan/kursus/training) atau tidak terserap pasar kerja.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada 2023 terdapat sekitar 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET) di Indonesia.

Kebanyakan dari mereka adalah Gen Z yang harusnya tengah di masa produktif.  Gen Z merupakan generasi yang lahir pada 1997-2012. Mereka sekarang berusia 12-27 tahun.

Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang berstatus NEET di Indonesia mencapai 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional.

BPS mendefinisikan NEET sebagai penduduk usia 15-24 tahun yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang berpartisipasi dalam pelatihan. Hal ini mengindikasikan adanya tenaga kerja potensial yang tidak terberdayakan.

Kemudian menurut BPS, ada berbagai alasan yang membuat anak muda masuk ke kelompok ini, seperti putus asa, disabilitas, kurangnya akses transportasi dan pendidikan, keterbatasan finansial, kewajiban rumah tangga, dan sebagainya.

Pada tahun 2023 ada sekitar 5,73 juta orang perempuan muda yang tergolong NEET. Proporsinya 26,54% dari total penduduk perempuan usia 15-24 tahun.

Sementara kelompok laki-laki muda yang tergolong NEET ada sekitar 4,17 juta orang. Proporsinya 18,21% dari total penduduk laki-laki usia 15-24 tahun.

BPS menilai, angka NEET yang lebih tinggi di kalangan perempuan dapat mengindikasikan banyaknya keterlibatan perempuan di kegiatan domestik seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan sebagainya.

Pekerjaan rumah tangga tersebut dinilai dapat menghalangi perempuan muda untuk melanjutkan sekolah atau memperoleh keterampilan kerja.

Pada tahun 2023 penduduk usia muda tanpa kegiatan atau NEET Indonesia lebih banyak berada di perdesaan dengan proporsi 24,79%, sedangkan di perkotaan 20,40%.

Adapun, pemuda yang sedang menganggur, termasuk yang mencari pekerjaan, merupakan bagian dari pemuda NEET. Indikator yang digunakan untuk dapat mengukur besarnya angkatan kerja pemuda yang menjadi pengangguran disebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pemuda.

TPT umumnya digunakan untuk mengukur tingkat pengangguran di suatu wilayah, menggambarkan tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan, atau tidak terserap oleh pasar kerja.

Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2023, TPT pemuda tercatat sekitar 13,41%. Artinya, sekitar 13 dari 100 pemuda yang masuk dalam angkatan kerja, tidak terserap dalam pasar kerja.

Hal tersebut menunjukkan perkembangan TPT periode 2016-2023. Terlihat bahwa pada tahun 2023 TPT pemuda dan TPT semua kelompok umur mengalami penurunan seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia yang mulai membaik pasca pandemi Covid-19.

Namun, pola TPT pemuda selalu lebih tinggi dari TPT semua kelompok umur dan konsisten setiap tahun. Masih tingginya pengangguran pemuda membuat daya saing pemuda belum mencapai posisi yang optimal. Salah satu penyebab tingginya TPT pemuda adalah rendahnya daya saing pemuda di pasar kerja.

Foto: Sejumlah anak muda berjalan di kawasan Taman Sudirman, Jakarta, Kamis (7/7/2022). Tempat ini viral karena jadi ajang adu fashion anak muda yang berasal dari kawasan pinggir wilayah Jakarta seperti Citayam, Bekasi hingga Bojong Gede. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
×
Berita Terbaru Update
close