Beberapa restoran cepat saji di dunia mengalami kemunduran konsumen. Starbucks mengumumkan penurunan mengejutkan dalam penjualan toko yang sama untuk kuartal terakhirnya, menyebabkan sahamnya turun 17% pada Rabu.
Pizza Hut dan KFC juga melaporkan menyusutnya penjualan di toko yang sama. Bahkan McDonald's (McD) mengatakan mereka telah mengadopsi "mentalitas berjuang di jalanan" untuk tetap bersaing dalam mendapatkan pengunjung.
Selama berbulan-bulan, para ekonom memang telah memperkirakan bahwa konsumen akan mengurangi pengeluaran mereka. Ini dilakukan sebagai respons terhadap kenaikan harga dan suku bunga.
Namun perlu waktu beberapa saat bagi jaringan restoran cepat saji untuk menyadari bahwa penjualan mereka benar-benar menyusut. Dalam beberapa kuartal sudah ada peringatan kepada investor bahwa konsumen berpendapatan rendah melemah dan konsumen lain mulai beralih dari pilihan yang lebih mahal ke yang lebih murah.
Menurut Biro Statistik Tenaga Kerja di Amerika Serikat (AS), biaya makan di restoran cepat saji meningkat lebih cepat dibandingkan biaya makan di rumah. Harga untuk restoran dengan layanan terbatas naik 5% pada bulan Maret dibandingkan periode tahun lalu, sementara harga bahan makanan meningkat lebih lambat.
"Jelas semua orang berjuang untuk mendapatkan lebih sedikit konsumen atau konsumen yang tentunya lebih jarang berkunjung, dan kita harus memastikan bahwa kita memiliki mentalitas berjuang di jalanan untuk menang, terlepas dari konteks di sekitar kita," kata CFO McDonald's Ian Borden, seperti dikutip CNBC International, dikutip Kamis (2/5/2024).
Banyak perusahaan di sektor restoran dan sektor lainnya juga telah memperingatkan bahwa tekanan konsumen akan terus berlanjut. CEO McDonald's Chris Kempczinski mengatakan kepada para analis bahwa kehati-hatian dalam berbelanja juga berlaku di seluruh dunia.
"Perlu dicatat bahwa pada [kuartal pertama], lalu lintas industri cenderung menurun di AS, Australia, Kanada, Jerman, Jepang, dan Inggris," katanya.
Dua dari rantai bisnis yang mengalami kesulitan pada kuartal pertama menyebut nilai sebagai salah satu faktornya. CEO Starbucks Laxman Narasimhan mengatakan pelanggan sesekali tidak membeli kopi rantai tersebut karena mereka menginginkan lebih banyak variasi dan nilai.
"Dalam lingkungan ini, banyak pelanggan menjadi lebih teliti tentang di mana dan bagaimana mereka memilih untuk membelanjakan uang mereka, terutama dengan sebagian besar tabungan stimulus dibelanjakan," kata Narasimhan.
Di sisi lain, ada faktor lain yang membuat penjualan restoran cepat saji tersebut terjun. Ini terjadi setelah munculnya seruan boikot perusahaan-perusahaan yang terlihat terlibat dan mendukung Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dalam perang yang terjadi di Gaza sejak Oktober 2023 lalu.
Boikot sendiri banyak dilakukan oleh negara-negara dengan masyarakat mayorutas Muslim, seperti Arab Saudi, Oman, Kuwait, Uni Emirat Arab (UEA), Yordania, dan Turki hingga Indonesia serta Malaysia. Mereka melakukan aksi boikot tersebut untuk menghentikan serangan Israel ke warga Palestina di Gaza.
Sumber: cnbcindonesia
Foto: