[Catatan Pengantar Ketiga DEKLARASI BERSAMA ADVOKAT, ULAMA & TOKOH NASIONAL, Sabtu 15 Juni 2024]
Sore nanti (Sabtu, 15 Juni 2024 pukul 19.30), insyaAllah acara deklarasi tuntutan pembatalan proyek IKN dan mempertahankan status DKI Jakarta akan diselenggarakan. Sejumlah nama yang telah mengkonfirmasi akan hadir, diantaranya: Eggi Sudjana, Refly Harun, Edy Mulyadi, Eka Jaya (Ormas Pejabat), Taufiq Baha’uddin (UI WATC), Anthony Budiawan, Rizal Fadillah, Azam Khan, Buya Fikri Bareno, Ust Bukhari Muslim, Adv. Juju Purwantoro, Abdullah Al Katiri, dan yang lainnya.
Dukungan deklarasi sampai tulisan ini dibuat telah mencapai angka 266. Semoga, hingga jelang pembacaan deklarasi, dukungan terus bertambah.
Ada sejumlah pihak yang mempersoalkan tuntutan pembatalan proyek IKN, sebab bagaimanapun juga sudah ada progres pembangunannya. Bagaimana dengan sejumlah infrastuktur yang sudah dibangun? Apa mau dibiarkan mangkrak? Bukankah itu akan menjadi kerugian bagi negara, yang akhirnya ditanggung rakyat?
Memang benar, dampak pembatalan proyek IKN tentu akan menghentikan pembangunan infrastruktur yang sudah berjalan. Konsekuensinya, proyek mangkrak. Persis, seperti proyek Wisma Atlit di Hambalang.
Namun, dengan pertimbangan yang seksama, proyek IKN akan lebih maslahat dibatalkan. Mudhorot memaksakan proyek IKN akan lebih besar, ketimbang membatalkannya.
Ada konsekuensi kerugian yang ditanggung akibat pembatalan proyek IKN. Namun demikian, kerugian ini jauh lebih kecil ketimbang kerugian yang akan ditanggung lebih lanjut, jika proyek ini dipaksa dilanjutkan.
Yang paling penting, rakyat tidak diuntungkan dari proyek ini. Jika proyek ini lanjut dan sukses, yang untung hanya oligarki yang terlibat dalam konsorsium pembangunan IKN dan para pejabat pemburu rente pembangunan (baca: korup).
Adapun masalah yang ada di proyek IKN bukanlah sekedar omon-omon. Telah ada hasil audit resmi dari BPK, yang kesimpulannya dapat kita baca bersama.
Berdasarkan temuan BPK yang tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHP) Semester II Tahun 2023 (halaman 239), proyek IKN ini bermasalah dalam beberapa aspek, yaitu:
Pertama, pembangunan infrastruktur belum sepenuhnya selaras dengan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Tahun 2020-2024, Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian PUPR Tahun 2020-2024, dan Rencana Induk IKN, serta perencanaan pendanaan belum sepenuhnya memadai, antara lain sumber pendanaan alternatif selain APBN berupa KPBU dan swasta murni/BUMN/BUMD belum dapat terlaksana.
Wajar jika akhirnya Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono dan Wakil Kepala Otorita IKN Dhony Rahajoe mundur. Tidak ada anggaran, tidak bisa kerja. Tidak ada duit, tidak ada cuan, mustahil terus bekerja tanpa dibayar.
Masalah pejabat dan pekerja proyek IKN belum dibayar ini, pernah menjadi salah satu bahan curhat dalam RDP DPR RI. Saat itu, Bambang Susantono mengaku dirinya dan sejumlah pekerja proyek belum dibayar.
Hasil audit BPK ini semakin mengkonfirmasi, bahwa pada akhirnya proyek IKN ini akan sepenuhnya dibebankan pada APBN (baca: rakyat). Omongan manis Jokowi soal proyek IKN tidak akan membebani APBN hanya bualan saja.
Proyek IKN senilai Rp 466 Triliun ini, akhirnya 20 Persennya diambil dari APBN. Namun, karena duit investasi asing tidak masuk, duit investasi domestik juga tidak jelas, lama-lama biaya IKN 100 % didanai APBN.
Lagi-lagi, gembar gembor investor yang dipamerkan seperti Adaro, Sinar Mas, Pulau Intan, Astra, Mulia Group, Barito Pacific, Kawan Lama, Alfamart, Agung Sedayu Group, dan Salim Group: mixed use, semuanya tidak ada yang kongkrit. Kebohongan investasi mereka untuk proyek IKN terwakili dari hasil audit BPK yang menyatakan “sumber pendanaan alternatif selain APBN berupa KPBU dan swasta murni/BUMN/BUMD belum dapat terlaksana”.
Swasta hanya membangun bisnis mereka di IKN. Yang untuk kepentingan publik, hanya recehan seperti membangun Botanical Garden yang juga sarana menyalurkan CSR perusahaan mereka (Corporat Sosial Responsibility). Semua anggaran IKN akhirnya menjadi beban rakyat.
Semakin terkonfirmasi, saat Menko Marives Luhut Panjaitan menyatakan akan ada defisit Rp 600 T dalam APBN 2025 yang nilsinya didesain 3.500 T. Angka 600 T inilah, yang akan menutup kebutuhan berbagai proyek pemerintah, termasuk proyek IKN.
Kedua, Persiapan pembangunan infrastruktur belum memadai, di antaranya persiapan lahan pembangunan infrastruktur IKN masih terkendala mekanisme pelepasan kawasan hutan, 2.085,62 Ha dari 36.150 Ha tanah masih dalam penguasaan pihak lain karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan (HPL), serta belum selesainya proses sertifikasi atas 5 area hasil pengadaan tanah.
Kendala lahan inilah, yang menjadi perdebatan antara Luhut Panjaitan dan Adrinov Chaniago. Luhut pingin gaya perang, membunuh atau dibunuh. Kasarnya, gusur saja seperti Rempang. Adrinov, beda pandangan. Inginnya hati-hati, persiapannya harus komprehensif.
Masalah lahan ini intinya dua: pertama, dengan yang ditempati masyarakat belum ada jalan keluar, baik terkait ganti rugi maupun relokasi. Kedua, dengan pemegang konsesi hutan/lahan belum ada kesepakatan, diganti rugi atau relokasi konsesi hutan yang lain. Mau ganti duit, atau gundulin hutan lainnya.
Kalau ke masyarakat, ujung-ujungnya seperti Rempang atau PIK 2. Berdalih PSN, tanah asal gusur, uang ganti rugi seadanya dititipkan ke pengadilan. Lalu, pinjam tangan aparat untuk memagari dan/atau membersihkan lahan.
Ketiga, pelaksanaan manajemen rantai pasok dan peralatan konstruksi untuk pembangunan infrastruktur IKN Tahap I belum optimal, diantaranya kurangnya pasokan material dan peralatan konstruksi untuk pembangunan IKN, harga pasar material batu split dan sewa kapal tongkang tidak sepenuhnya terkendali, pelabuhan bongkar muat untuk melayani pembangunan IKN belum dipersiapkan secara menyeluruh, dan kurangnya pasokan air untuk pengolahan beton.
Lah ini hal yang sangat teknis. Itu saja tidak terencana dengan baik. waton mbangun. (asal membangun).
Nilai kontruksi jadi makin tak terkendali, karena tiada kepastian jaminan harga materi bangunan. Semua bisa jadi lahan korupsi.
Keempat, Kementerian PUPR belum sepenuhnya memiliki rancangan
serahterima aset, rencana alokasi anggaran operasional, serta mekanisme pemeliharaan dan pengelolaan aset dari hasil pembangunan infrastruktur IKN Tahap I.
Ini paling parah. Semestinya, sebelum membangun telah disiapkan desain kepemilikan dan pengelolaan bangunan. Karena ini akan jadi potensi konflik.
Bisa jadi nantinya malah swasta yang bangun, dibayar APBN, dimiliki dan dikelola swasta. Klo begini kan, oligarki yang untung beliung? Rakyat cuma jadi keset suruh bayar pajak, untuk menutupi anggaran IKN.
Masih banyak muskilah lainnya. Atas dasar itulah, kami mengadakan agenda bersama untuk menuntut pembatalan proyek IKN. Proyek ini hanya bikin tambah kaya raya oligarki dan secara sistematis memiskinkan rakyat. [].
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Avokat
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.