Pilkada Jakarta, Makin Jelas atau Tambah Ruwet -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pilkada Jakarta, Makin Jelas atau Tambah Ruwet

Kamis, 27 Juni 2024 | Juni 27, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-27T04:52:43Z

SEMENTARA parpol lain masih spekulatif soal pasangan calon yang diusung untuk bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, PKS malah tegas-tegas akhirnya mengusung pasangan Anies Baswedan dan Sohibul Iman. Pasangan “Aman” katanya, alias Anies dan Iman. Kabarnya mereka segera akan berkomunikasi politik dengan Nasdem dan PKB.

Kita ikuti saja --sebagai sketsa awal-- peta koalisi politik pilpres kemarin. Di kubu Koalisi Indonesia Maju (KIM), ada Ridwan Kamil dan Kaesang Pangarep.

Memang ada beberapa nama lain yang cukup beken, tapi nampaknya belum bisa mengimbangi. Begitu kata beberapa teman pengamat. Sementara nama-nama lain disimpan dulu.

Bagaimana dengan koalisi ketiga? PDIP, PPP, Hanura dan Perindo. Terus terang tidak terang sama sekali. Masih cair dan dinamis kata beberapa politikus senior PDIP. Parpol lainnya di koalisi itu tak terdengar suaranya. Senyap.

Okelah, sekarang mari kita lihat peta legislatif (DPRD Jakarta) hasil Pileg 2024 kemarin.

PDIP sebelumnya (2019-2024) dapat 25 kursi turun jadi 15 kursi di periode 2024-2029. Gerindra dari 19 kursi turun jadi 14 kursi. PKS dari 16 kursi naik jadi 18 kursi. Demokrat dari 10 kursi turun jadi 8 kursi. PAN dari 9 kursi naik jadi 10 kursi.

PSI dari 8 kursi tetap dengan 8 kursi. Nasdem dari 7 kursi naik jadi 11 kursi. Golkar dari 6 kursi naik jadi 10 kursi. PKB dari 5 kursi naik jadi 10 kursi. PPP dari 1 kursi tetap 1 kursi. Dan pendatang baru di parlemen Jakarta, Perindo dengan 1 kursi. Total ada 106 kursi.

Berapa kursi dibutuhkan agar sebuah perpol atau koalisi perpol bisa mengusung paslon Gubernur dan Wakil Gubernur? Dibutuhkan 22 kursi.

Nah, karena di DPRD Jakarta periode 2024-2029 tidak ada satu pun parpol yang punya kursi sampai 22, maka mereka mesti berkoalisi untuk mengusung paslonnya.

Sementara ini, per Juni 2024, yang sudah muncul usulan nama-nama paslon adalah Anies Baswedan dan Sohibul Iman oleh PKS dan (kemungkinan) Ridwan Kamil (Golkar) dan Kaesang Pangarep (PSI).

Sementara dari PDIP katanya masih terlalu cair dan dinamis sehingga tidak keluar nama-nama yang agak definitif.

Nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Sjaiful Hidayat, yang sebetulnya punya prestasi bagus memimpin Jakarta, entah mengapa tidak digadang-gadang oleh partainya kali ini untuk Pilkada Jakarta.

Apakah nama Ahok dikhawatirkan kalah oleh Anies? Mengulang pilkada sebelumnya yang malah berujung Ahok dibungkam dipenjara setelah tuduhan politik identitas dimainkan oleh para pendukung Anies.

Sehingga Ahok kabarnya diskenariokan untuk Sumatra Utara, yang nantinya bakal berhadapan dengan Bobby Nasution. Tapi ini pun masih spekulatif, bahasa politisinya: situasinya masih sangat cair dan dinamis.

Kembali ke soal Pilkada Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang saat ini mengelola APBD tahun 2024 sebesar Rp81,71 triliun setelah disahkan jadi Perda No.6/2023.

Bagaimana petanya sakarang per Juni 2024, setelah PKS mendeklarasikan Anies Baswedan dan Sohibul Iman, dan kemungkinan Ridwan Kamil (Golkar) bersama Kaesang Pangarep (PSI)? Kemungkinan parpol lain akan merapat ke arah dua kubu tersebut.

KIM tetap akan bersatu di Pilkada Jakarta dengan komposisi DPRD 2024-2029: Gerindra (14 kursi), Demokrat (8 kursi), PAN (10 kursi), PSI (8 kursi), dan Golkar (10 kursi). Total 50 kursi. Sehingga melewati ambang batas 22 kursi.

Sementara PKS (18 kursi) dan Nasdem (11 kursi) serta PKB (10 kursi). Total 39 kursi. Juga mencukupi untuk mengusung paslonnya.

Sedangkan PDIP (dengan 15 kursi), dan kalau PPP (1 kursi) dan Perindo (juga 1 kursi) memutuskan bergabung, sehingga total 17 kursi, masih tidak mencukupi batas ambang 22 kursi.

Sehingga pilihannya bagi PDIP adalah bergabung dengan dua kubu sebelumnya, atau merayu beberapa partai untuk mau membentuk koalisi ketiga.

Namun pertanyaannya parpol mana yang mau? Dan siapa paslon yang bakal diusung? Tentu mesti paslon yang punya “nilai elektabilitas” tinggi sehingga punya probabilitas untuk menang.

Atau kalau bergabung dengan dua koalisi sebelumnya, mana yang bakal dipilih? Masing-masing tentu ada konsekuensinya.

OLEH: ANDRE VINCENT WENAS
Penulis adalah pemerhati masalah ekonomi dan politik
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
×
Berita Terbaru Update
close