PARTAI Keadilan Sejahtera (PKS) diharap tak genit. Mencoba genit sedikit saja muncul komen dengan narasi beragam tapi punya makna yang sama. Semua merasa aneh. PKS seperti dipaksa tak boleh berlagak genit, karena itu bukan tabiatnya. Tabiat yang biasa dimainkan PKS itu tampil gagah menawan bak Arjuna di pentas politik. Jika tiba-tiba PKS berubah wujud menjadi genit, itu terasakan aneh bin ajaib. Tak ada yang percaya. Masa sih PKS sampai segitunya.
Kegenitan yang dibuat PKS itu tak lebih sebagai gimik politik yang dimainkannya. Itu sih sah-sah saja. Memangnya apa yang ingin diraih PKS sampai mesti berganti peran jadi sedemikian genit begitu. Pastilah ada niatan yang akan disasarnya, dan tentu itu yang diinginkan. Mudah untuk melihatnya seperti melihat ikan warna oranye-putih yang berenang meliuk di akuarium. Terlihat terang dan itu tak jauh-jauh dari keinginan kadernya _nyicipi_ sebagai Cawagub mendampingi Anies Baswedan dalam Pilkada Jakarta November 2024 ini.
PKS tentu tidak ingin cuma ngusung Anies. Kali ini PKS ingin kadernya yang dipilih sebagai cawagubnya. Itu seperti harga mati, meski dalam politik tak ada harga mati. Bahkan banyak terjadi politik transaksional model mall dengan diskon besar-besaran.
Maka sah-sah saja jika PKS memakai gaya genit melompat jauh ke panggung, meski itu hal mustahil bisa diraihnya. Lalu di atas panggung itu ditampilkan M. Sohibul Iman, yang Wakil Dewan Syuro PKS sebagai Cagub pilihan PKS. Sepertinya itu belum suara resmi partai. Baru lagak genit-genitan menawarkan diri. Tak masalah. Kegenitan semacam itu sepertinya mesti dimainkan PKS meski terlihat lucu menggelikan.
Beragam kegenitan sepertinya akan terus dimainkan PKS bahkan bisa dengan berganti nama siapa saja yang nantinya akan diusung jadi peran genit-genitan. Peran sementara. Tak jadi masalah. Namun, semua kegenitan itu nantinya akan berhenti pada waktunya. Saat putusan sudah dibuat yang tak bisa ditentang. Dan, itu putusan Dewan Syuro. Sekali lagi, kabar yang beredar 23 Juni 2024 dari PKS belum benar-benar jelas apakah itu sudah lewat putusan Dewan Syuro atau sekadar genit-genitan memasang calon untuk melihat elektabilitas dan respons konstituennya. Maka melihat kegenitan yang dimainkan PKS itu hal wajar
Setelah itu semua woro-woro bahkan teriakan yang terdengar genit yang dimainkan di panggung pada saatnya akan tunduk pada putusan Dewan Syuro. Putusan mengikat dan mesti ditaati. Setelah itu tak akan ada lagi kegenitan yang coba-coba dimainkan.
Jika belum diputus Dewan Syuro maka semua kegenitan boleh muncul, itu cuma untuk memposisikan diri di tempat yang diharapkan. Saatnya tawar menawar atau boleh pula disebut transaksi dilakukan--tentu tidak semua sebutan itu boleh dikonotasikan negatif. Gaya genit muncul itu lebih berharap pada pinangan yang lebih proporsional. Lazim setelah itu akan jadi bahan pertimbangan Dewan Syuro untuk memutuskan putusan yang akan diambil siapa yang akan disorong PKS untuk menjadi Cagub dan Cawagubnya. Tentu juga pertimbangan lain yang tak luput dilihat, dan itu suara konstituennya.
Kegenitan yang dimunculkan PKS itu memang cukup mengagetkan terutama pendukung Anies yang punya irisan pilihan yang sama dengan memilih PKS dalam pileg yang lalu, yang berharap Anies kembali ke Jakarta menuntaskan periode keduanya. Tak kurang pula kekagetan itu terasa dan disuarakan para pengamat yang melihat manuver yang dimainkan PKS itu aneh bin ajaib. Semua merasakan hal yang sama: langkah PKS itu tak lazim.
Langkah genit PKS itu bukanlah hal terlarang. Tapi terasa aneh saja. Tapi memang sesekali boleh juga PKS "membusung dada", nih lo aku, meski itu bukan tabiatnya.
Adalah hak politik PKS memunculkan nama kadernya, M. Shohibul Iman atau siapa pun untuk dimajukan meski tingkat elektoral keterpilihannya belum teruji. Namun PKS pastilah berhitung serius untuk memajukan kadernya sendiri jika tingkat keterpilihannya kecil--jika survei sudah dibuat untuk menentukan layak tidaknya kader sendiri dimajukan dalam kontestasi Pilkada Jakarta.
PKS memang pemenang dalam pemilihan legislatif (pileg) tingkat DPRD Provinsi Jakarta yang lalu. Menumbangkan PDIP. Namun kemenangan PKS di pileg itu tidaklah identik dengan keterpilihan kadernya jika dipaksakan dimajukan sebagai Cagub.
Maka tak perlulah melihat kegenitan yang dimainkan PKS itu dengan serius. Itu cuma gimik yang tak perlu diseriusi. Mustahil PKS tak menyorongkan Anies Baswedan sebagai Cagub. Disamping elektabilitas Anies jauh di atas nama-nama kandidat yang dimunculkan, juga hubungan panjang PKS dan Anies yang selama ini berjalan baik dan rasanya sulit bisa dipisahkan.
Meski dalam politik tak ada yang tak mungkin. Apa lalu kita tak percaya jika Anies nantinya tetap yang akan diusung PKS sebagai Cagubnya, dan M. Sohibul Iman atau siapa pun nama kadernya yang lain sebagai Cawagub? Ga percaya, Apa mau taruhan Alphard? Ah ga ah... disamping belum punya mobil jenis itu, juga bukankah taruhan itu dosa. Taruhan memang tak sama dengan genit-genitan dalam politik. Tentu itu beda. Genit-genitan itu tak dosa, cuma aneh saja jika yang memainkan itu PKS. Canggung dan tampak gimana gitu...Dah, gitu aja ya! (*)
Oleh: Ady Amar
Kolumis
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.