Putusan MK No 60 dan No 70 pada 20 Agustus membuat rencana besar, dan jahat, Jokowi menjadi berantakan. Jokowi mau memborong pencalonan kepala daerah, menghancurkan salah satu partai politik, PDIP, agar tidak bisa mencalonkan sendiri kepala daerah.
Jokowi mau menguasai kepala daerah di seluruh Indonesia, dengan memaksa partai politik bergabung ke koalisi atau kartel besar KIM Plus. PKS sudah menyerah. Nasdem sudah bertekuk lutut. PKB sedang digarap. Cak Imin akan digeser melalui PKB tandingan kalau tidak mau mendukung.
Nampaknya, rencana jahat Jokowi untuk menguasai kepala daerah, dan Indonesia, akan berjalan mulus.
Partai Golkar sudah dikuasai, untuk menjadi kendaraan yang nantinya akan memimpin kartel partai politik besar tersebut. Bukan Gerindra. Karena perolehan suara Golkar secara nasional lebih besar dari Gerindra.
Tiba-tiba, Putusan MK membuyarkan rencana jahat Jokowi. Putusan MK membuat kartel partai politik Jokowi berantakan. PDIP sekarang bisa mencalonkan kepala daerah sendiri.
Anies Baswedan yang sangat ditakuti oleh Jokowi menjadi “hidup” kembali. Anies sangat berpeluang besar memenangi Pilkada Jakarta. Tidak ada tandingan. Meskipun harus melawan kartel partai politik besar rancangan Jokowi.
Sebagai konsekuensi, rancangan jahat Jokowi lainnya, untuk menguasai kawasan ekonomi Jakarta dan sekitarnya yang dinamakan kawasan aglomerasi, juga ikut berantakan.
Tidak heran, Jokowi yang merasa mempunyai kekuasaan tanpa batas, merasa bisa mengobrak-abrik partai politik dengan mudah, dengan menggunakan aparat penegak hukum untuk mengancam elit partai politik dengan kasus korupsi, melawan keras dan brutal Putusan MK tersebut.
Jokowi dan kroninya di Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah merancang revisi UU Pilkada yang pada intinya menganulir Putusan MK, dan melanggar Konstitusi, untuk melanggengkan kekuasaan kartel partai politik rancangannya.
Kali ini Jokowi dan kroninya terbentur beton rakyat yang sangat keras. Rakyat di seluruh Indonesia bangkit melawan. Beberapa gedung DPRD di daerah jebol, termasuk pagar depan dan pagar belakang gedung DPR/MPR di Jakarta, ikut jebol.
Rakyat marah besar. Akhirnya, rencana rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada kemarin, 22/08/24, untuk melawan Putusan MK, batal.
Istana (baca Jokowi) dan kroni Jokowi di Baleg DPR sekarang berkicau, akan taat pada Putusan MK.
Tetapi, semua itu sudah terlambat. Niat jahat dan aksi kejahatan, mens rea dan actus reus, sudah terjadi, melalui rancangan revisi UU pilkada yang tidak jadi diundangkan.
Untuk itu, rakyat tidak bisa melupakan betapa tirani rezim Jokowi ini. Rakyat tidak bisa memaafkan upaya pembegalan dan pembangkangan Konstitusi yang dilakukan Jokowi, dan kroninya, untuk membawa Indonesia ke rezim kekuasaan, yang akan menghancurkan masa depan Indonesia.
Rakyat juga menuntut Jokowi mempertanggung-jawabkan semua dugaan penyimpangan kekuasaan yang dilakukannya selama 10 tahun menjabat presiden.
https://news.detik.com/pilkada/d-7503421/istana-tegaskan-ikut-aturan-mk-selama-revisi-uu-pilkada-belum-sah
https://nasional.kompas.com/read/2024/08/22/17441111/istana-tegaskan-akan-ikuti-putusan-mk-soal-pencalonan-pilkada. (*)
Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.