Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyoroti berbagai permasalahan dalam tata nilai, tata sejahtera, dan tata kelola di Indonesia.
Di tata nilai, misalnya, pemilihan langsung ternyata masih menyisakan berbagai permasalahan. Salah satunya moral hazard akibat maraknya politik uang.
Menurut Bamsoet, sudah bukan menjadi rahasia, bahwa untuk memenangkan Pemilu maupun Pilkada tidak cukup hanya dengan kapabilitas dan integritas, melainkan juga harus didukung dengan "isi tas alias uang".
Pada akhirnya membuat partai politik dan para calon maupun rakyat pada umumnya terjebak dalam demokrasi angka-angka, yang menjurus kepada demokrasi komersialisasi dan kapitalisasi, dan berujung kepada demokrasi oligarki.
Pada akhirnya juga menyebabkan tata sejahtera perekomian menjadi karut marut, seperti terlihat dari masih lebarnya ketimpangan ekonomi.
"Menurut laporan World Inequality Report (WIR), 1 persen penduduk terkaya di Indonesia menguasai 30,16 persen dari total aset rumah tangga secara nasional pada 2022," kata Bamsoet dalam orasi perayaan HUT ke-46 FKPPI, di Jakarta, Kamis (12/9).
"Sementara, kelompok 50 persen terbawah di Indonesia hanya memiliki 4,5 persen dari total kekayaan rumah tangga nasional," sambungnya.
Menurut Bamsoet, maraknya politik uang juga menyuburkan perilaku koruptip, yang membuat tata kelola pemerintahan menjadi terhambat. Tak bisa dipungkiri bahwa reformasi birokrasi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan.
"Berdasarkan data terbaru, kinerja Indonesia di bidang tata kelola menunjukkan hasil yang beragam. Skor Indonesia untuk Open and Accountable Governance berada di angka 0,47 dalam skala 0 hingga 1, yang mencerminkan kinerja yang sedang, tetapi masih membutuhkan perbaikan," pungkas Bamsoet.
Sumber: rmol
Foto: Ketua MPR RI Bambang Soesatyo/Ist