Pengamat hukum sekaligus mantan Staf Ahli Pansus BLBI DPD RI, Hardjuno Wiwoho, mengapresiasi petugas perbatasan di PLBN Entikong yang berhasil mencegah Marimutu Sinivasan meninggalkan Indonesia. "Ini langkah tepat untuk memastikan obligor BLBI tetap di bawah pengawasan hukum," ujar Hardjuno dalam rilis pers Selasa (10/9).
Namun, ia mengkritisi pendekatan hukum yang masih menganggap kasus ini sebagai masalah perdata meski utang Marimutu mencapai Rp29 triliun. "Ini ketidakadilan hukum. Bagaimana mungkin kasus sekecil pencurian dipidana, tetapi obligor BLBI dibiarkan hanya dengan status perdata?" tegasnya.
Hardjuno menilai bahwa meskipun secara hukum konvensional kasus utang bisa dianggap perdata, besarnya dampak kasus BLBI terhadap keuangan negara memerlukan pendekatan hukum progresif. "Upaya Marimutu keluar negeri jelas indikasi untuk menghindari tanggung jawab," tambahnya.
Ia menekankan perlunya reformasi hukum, terutama dalam menangani kasus obligor besar seperti ini. "Sistem hukum kita perlu diperkuat agar kasus-kasus besar seperti BLBI ditangani dengan adil dan proporsional," kata Hardjuno.
Menurutnya, ketidakmampuan sistem hukum untuk memberikan sanksi yang tegas merusak kepercayaan publik. "Orang melihat hukum kita tajam ke bawah tapi tumpul ke atas," ucapnya.
Sebagai solusi, Hardjuno mendesak negara untuk mengkaji ulang pendekatan hukum dalam kasus-kasus besar seperti BLBI dan menerapkan hukum yang lebih tegas. "Hukum progresif harus ditegakkan untuk menjaga integritas hukum dan keadilan bagi negara," tutupnya.