Wacana pemberian subsidi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk tiket kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek memancing polemik.
Analis Kebijakan Transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan, penerapan pemberian subsidi layanan transportasi publik KRL Commuter Line Jabodetabek berdasarkan NIK jelas bertentangan dengan prinsip misi untuk memindahkan pengguna kendaraan bermotor pribadi menjadi pengguna layanan transportasi publik massal di Jakarta.
Sebab yang menjadi sumber pengguna kendaraan bermotor pribadi adalah orang mampu yang bisa membeli atau pemilik mobil pribadi atau sepeda motor yang terekam dalam data di NIK mereka.
"Padahal sebagai pengguna layanan transportasi publik mereka berhak mendapatkan subsidi sebagai insentif," kata Tigor kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Selasa (3/9).
Tigor menegaskan bahwa mereka berhak mendapatkan insentif atau subsidi karena sudah menggunakan layanan transportasi publik dan mengurangi kemacetan dengan meninggalkan kendaraan bermotor pribadinya di rumah.
"Jadi sebaiknya pemerintah tidak menerapkan pemberian subsidi berdasarkan NIK kepada pengguna layanan transportasi publik massal KRL Jabodetabek," kata Tigor.
Hal ini, kata Tigor, penting diterapkan agar menurunnya pengguna kendaraan bermotor pribadi dan bertambah meningkatkannya pengguna layanan transportasi publik massal di Jakarta.
"Hasilnya adalah kita bisa mengurai dan memecahkan kemacetan Kota Jakarta," kata Tigor.
Pada kesempatan Pilkada Jakarta 2024, Tigor turut mengajak pemilik suara agar memilih gubernur dan wakil gubernur Jakarta yang memiliki komitmen dan keberpihakan pada pembangunan layanan transportasi publik massal baik dan akses bagi warga Jakarta.
Sumber: rmol
Foto: KRL Commuter Line Jabodetabek/Ist