Disertasi Bahlil Lahadalia tengah disorot oleh salah satu pegiat media
sosial yang merupakan seorang profesor dari Nanyang Technological University
(NTU) Singapura, Sulfikar Amir.
Profesor Sulfikar Amir melalui akun X @sociotalker menguliti disertasi yang
dibuat oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu.
Mulanya Prof Sulfikar mengatakan jika dia baru saja memeriksa disertasi
Menteri ESDM. Setelah diperiksa, dosen tersebut mengatakan jika similarity
index hanya sebesar 14% yang berarti cukup otentik.
“Barusan ngecek disertasi bahlil. Similarity index 14%, jadi cukup otentik,”
tulis Prof Sulfikar Amir dikutip pada Sabtu (19/10/2024).
barusan ngecek disertasi bahlil. similarity index 14%. jadi cukup otentik. setelah itu sy baca isinya. sorry to say ini karya tulis yg lbh pas jadi laporan proyek. kerangka teoretis terasa tempelan. analisis dangkal. gk ada kebaruan yg substansial. mungkin ini standar UI. pic.twitter.com/vitjkm3FsB
— Joel Picard (@sociotalker) October 18, 2024
Setelah menyelami lebih dalam lagi, Prof Sulfikar Amir menyebut jika
disertasi yang dibuat Bahlil lebih cocok disebut laporan proyek.
“Setelah itu saya baca isinya, sorry to say ini karya tulis yang lebih pas
jadi laporan proyek,” ungkapnya.
Dosen yang pernah mengajar di ITB itu lalu menyebutkan alasan mengapa
disertasi Bahlil dirasa kurang layak.
“Kerangka teoretis terasa tempelan, analisis dangkal, gak ada kebaruan yang
substansial, mungkin ini standar UI,” bebernya.
Prof. Sulfikar Amir juga mempertanyakan bagaimana Bahlil menyelesaikan
disertasi dalam waktu 20 bulan. Dia juga mengatakan kemungkinan adanya pihak
lain yang membantu Bahlil menyelesaikan disertasinya itu.
“Cakupan kajian disertasi ini emang komprehensif. Tapi itu yang jadi
pertanyaan. Gimana dia mampu menyelesaikan disertasi ini dalam 20 bulan
dengan keringat sendiri (termasuk menulis sendiri). Mungkin UI membolehkan
ghost writer ya?” sindirnya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia
Bahkan belum lama ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy juga ikut menyindir Bahlil yang
mendapatkan predikat cumlaude hanya dalam waktu kurang dari dua tahun,
padahal Muhadjir mengaku dirinya membutuhkan waktu enam tahun untuk meraih
gelar doktor.
Prof Sulfikar Amir mengatakan jika siapapun berhak meraih gelar doktor,
namun tentu saja semuanya harus melalui cara dan prosedur yang sesuai dengan
standar etika akademik.
Lembaga pendidikan juga menurutnya ikut bertanggung jawab untuk menjaga
kredibilitasnya agar tidak semata-mata memberikan gelar dokter dengan cara
yang kurang pantas.
“Tanggung jawab lembaga pendidikan untuk menjaga marwah universitas dr
orang-orang yang ngejar gelar doktor buat prestis semata tapi hasilnya di
bawah standar,” kata Prof Sulfikar Amir.
Sumber:
suara
Foto: Bahlil Lahadalia/Net