Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di level 5 persen hanya sekedar angka di atas kertas semata. Pasalnya, dampak ke dalam negeri tak terlihat.
Ia pun menggambarkan pertumbuhan ekonomi ini seperti perusahaan yang neracanya bagus tapi arus kasnya rusak dan memiliki banyak utang.
"5 persen itu angka yang ditulis BPS (Badan Pusat Statistik) berdasarkan dokumen. Sama kayak perusahaan neraca bagus tapi cash flow rusak. Boleh saja bagus neraca, tapi isinya utang," ujar pria yang akrab disapa JK ini saat berbincang dengan Gita Wirjawan melalui tayangan Youtube mantan menteri perdagangan tersebut yang dikutip pada Jumat (11/10).
Oleh karenanya, ia menilai target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang ingin dicapai Presiden terpilih Prabowo Subianto hanyalah angan saja. Sebab, pertumbuhan 5 persen saja tidak mencerminkan pertumbuhan itu sendiri.
"5 persen pun masih perlu kita urai lebih baik," imbuhnya.
Pertumbuhan yang menurut JK tidak riil ini tercermin dari kinerja ekspor. Meski catatan BPS menyebutkan surplus, tapi tak ada uangnya yang masuk ke dalam negeri, melainkan ke negara lain, terutama dari komoditas Sumber Daya Alam (SDA).
"Contohnya ekspor kita memang di neraca, di BPS tinggi, tapi kalau didetailkan devisa kemana? Ini lari ke China, Singapura," ungkapnya dilansir dari CNN Indonesia.
Oleh sebab itu, ia pernah mengusulkan agar sistem ekspor Indonesia dibuat seperti Malaysia dan Thailand. Dalam hal ini, hasil ekspornya itu diterima dalam bentuk mata uang masing-masing seperti ringgit dan bath.
Namun, hingga saat ini, hal itu tidak dilakukan. Imbasnya, devisa hasil ekspor terus melayang ke negara lain.
"Jadi untuk apa ekspor banyak-banyak nikel kalau terus lari ke China itu dolar, devisanya. Buat apa ekspor batu bara kalau lari semua ke Singapura, nothing," pungkasnya.
Sumber: law-justice
Foto: Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla/Net