Penerbangan Turkish Airlines baru-baru ini dari Seattle ke Istanbul mengalami kejadian yang mengejutkan ketika Kapten İlçehin Pehlivan, yang berada di kemudi Airbus A350, pingsan dan meninggal di tengah penerbangan. Apa yang terjadi jika kapten meninggal di tengah penerbangan?
Ini mungkin ketakutan terburuk setiap penumpang, awak pesawat tiba-tiba dihadapkan pada hal yang tidak terpikirkan yakni meninggal dunia ketika tengah berada di kokpit. Sudah terbayangkan betapa paniknya para kru yang bertugas begitu ratusan penumpangnya.
Berkat tindakan cepat kopilot, yang mengalihkan penerbangan TK204 ke Bandara JFK di New York, tragedi tidak berdampak lebih buruk. Meski terguncang, pesawat berhasil mendarat dengan selamat.
Meninggalnya sang kapten secara tiba-tiba menimbulkan beberapa pertanyaan tentang prosedur dan pelatihan ketat yang memungkinkan awak kapal untuk menangani keadaan darurat seperti itu.
Bagaimana Peristiwa Ini Terjadi?
Pada 9 Oktober 2024, penerbangan Turkish Airlines lepas landas dari Seattle sebagai bagian dari rute jarak jauh rutinnya ke Istanbul. Kapten İlçehin Pehlivan, seorang pilot dengan pengalaman lebih dari 17 tahun, menjadi komandannya.
Setelah beberapa jam penerbangan, hal yang tidak terduga terjadi — sang kapten pingsan di tengah penerbangan. Meskipun kru telah berupaya sebaik mungkin memberikan perawatan medis darurat, Kapten Pehlivan tidak dapat diselamatkan dan meninggal sebelum pesawat mendarat.
Dengan pesawat yang penuh penumpang dan kapten yang tidak berdaya, kopilot terpaksa mengambil alih kendali, mengarahkan pesawat menuju Bandara Internasional JFK, bandara besar terdekat. Pesawat mendarat dengan selamat di New York sekitar pukul 5:57 pagi, dan penumpang kemudian dipindahkan untuk melanjutkan perjalanan ke Istanbul.
Chief Operating Officer (COO) AutoMicroUAS Kapten Grup MJ Augustine Vinod VSM, mengungkapkan dalam sebuah artikel, setiap penerbangan komersial dioperasikan dengan setidaknya dua pilot yang berkualifikasi di kokpit yakni kapten dan kopilot (juga dikenal sebagai perwira pertama). Kedua pilot terlatih sepenuhnya dan mampu menerbangkan pesawat secara mandiri.
Jika salah satu pilot tidak mampu terbang, pilot lainnya dapat mengambil alih kendali penuh pesawat. Redundansi ini merupakan bagian penting dari protokol keselamatan penerbangan. “Pada penerbangan TK204, kopilot dengan mudah mengambil alih kendali Airbus A350, mengikuti prosedur darurat yang ditetapkan untuk memastikan keselamatan penumpang dan awak,” kata Vinod, mengutip Eurasian Times, kemarin.
Ketika Kapten Pehlivan pingsan, awak pesawat bertindak cepat, pertama-tama mencoba menyadarkannya menggunakan peralatan medis di pesawat. Penumpang yang memiliki latar belakang medis juga diminta untuk membantu, tetapi sayangnya, upaya mereka sia-sia. Setelah menyadari bahwa kondisi kapten kritis, kopilot dan awak pesawat segera mengambil keputusan untuk mengalihkan pesawat ke bandara terdekat, yaitu JFK di New York.
Pengalihan penerbangan karena keadaan darurat medis, meskipun tidak jarang terjadi, merupakan situasi yang menegangkan dan mendesak bagi awak pesawat mana pun. Dalam kasus ini, kopilot memiliki beban tambahan karena mengetahui bahwa kapten, seorang kolega dan teman yang berada di sampingnya, telah meninggal dunia secara tragis.
Pemeriksaan Kesehatan Pilot
Masih menurut Augustine Vinod, salah satu hal penting yang dapat diambil dari insiden ini adalah pemeriksaan kesehatan pilot. Kapten Pehlivan telah melewati pemeriksaan medis ketat pada Maret 2024, dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit atau masalah yang dapat menghalanginya untuk terbang.
Peraturan penerbangan di banyak negara mengharuskan pilot menjalani pemeriksaan medis rutin untuk memastikan mereka layak terbang. Pemeriksaan ini biasanya terkait kesehatan kardiovaskular, kesehatan mental, dan faktor penting lainnya yang dapat memengaruhi kemampuan pilot untuk mengoperasikan pesawat dengan aman.
“Namun, dengan pemeriksaan medis yang ketat, kondisi medis yang tidak terduga dapat muncul, seperti yang terlihat dalam kasus Kapten Pehlivan. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting tentang efektivitas dan frekuensi evaluasi kesehatan pilot, terutama bagi mereka yang berusia di atas usia tertentu,” tambah Vinod.
Meninggalnya seorang kapten di tengah penerbangan bukan hanya tantangan fisik bagi kru yang tersisa, tetapi juga psikologis. Bagi kopilot, mengambil alih kendali setelah menyaksikan kematian seorang kolega merupakan beban emosional, menambah tekanan pada situasi yang sudah menegangkan.
Kemampuan kopilot untuk tetap tenang dan fokus dalam keadaan tertekan merupakan bukti pelatihan intensif yang dijalani pilot. Bagi penumpang, situasi ini dapat dengan mudah menimbulkan kepanikan. Namun, profesionalisme awak pesawat kemungkinan besar berperan penting dalam menjaga ketenangan di dalam pesawat.
Penumpang diberi tahu tentang situasi tersebut dan diyakinkan bahwa penerbangan terkendali. Pendaratan yang aman di JFK membantu mengurangi situasi yang bisa jadi jauh lebih berbahaya.
Peristiwa Sebelumnya
Meski jarang terjadi, ini bukan pertama kalinya seorang pilot meninggal di tengah penerbangan. Pada 2014, seorang kapten American Airlines meninggal di tengah penerbangan, sehingga kopilot terpaksa mengalihkan pesawat.
Pada 2009, sebuah penerbangan Continental Airlines menghadapi skenario serupa ketika kaptennya meninggal karena sebab alamiah selama penerbangan transatlantik dari Brussels ke Newark. Dalam kedua kasus tersebut, seperti halnya dengan Penerbangan TK204 Turkish Airlines, kopilot berhasil mengambil alih dan mendaratkan pesawat dengan selamat.
Insiden ini, meski jarang terjadi, menyoroti langkah-langkah keselamatan tangguh yang diterapkan guna memastikan bahwa meskipun kapten tidak mampu, penerbangan dapat dilanjutkan dengan aman.
Setelah tragedi ini, Turkish Airlines, bersama dengan badan pengawas penerbangan, mungkin akan meninjau proses pemeriksaan kesehatan bagi pilot. Salah satu kemungkinan adalah dengan memperkenalkan pemeriksaan kesehatan lebih sering bagi pilot lebih tua atau pilot yang terbang pada rute jarak jauh, di mana kelelahan dan stres dapat memperburuk kondisi yang mendasarinya.
Maskapai penerbangan juga dapat mempertimbangkan untuk menerapkan sistem pemantauan kesehatan tambahan dalam pesawat untuk mendeteksi tanda-tanda awal gangguan medis pada pilot, yang berpotensi mencegah tragedi di masa mendatang. Area fokus lainnya mungkin adalah peningkatan pelatihan bagi awak kabin dan penumpang tentang cara membantu dalam keadaan darurat medis, terutama dalam kasus yang melibatkan awak dek penerbangan.
Sumber: inilah
Foto: