Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka dipastikan akan dilantik sebagai wakil presiden pada tanggal 20 Oktober 2024 menyusul penundaan sidang putusan gugatan yang diajukan PDI Perjuangan pada Kamis (10/10/2024).
Sidang putusan gugatan PDIP terhadap pencalonan Gibran ditunda karena hakim sedang sakit. Pihak Pengadilan Tata Usaha Negara alias PTUN Jakarta kemudian menjadwalkan ulang pembacaan putusan pada tanggal 24 Oktober 2024.
"Majelisnya sedang sakit," ujar pihak PTUN ketika dikonfirmasi.
Dalam catatan Bisnis, PDIP menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) lantaran meloloskan Gibran Rakabuming sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto. Gugatan tersebut dilayangkan PDIP ke KPU pada 2 April 2024 dengan nomor 133/G/TF/2024/PTUN.JKT.
Sekadar informasi, KPU menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia pendaftaran capres/cawapres 2024 sehingga putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut bisa ikut kontestasi Pilpres 2024.
Persoalannya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kemudian memvonis Anwar Usman sebagai Ketua MK pada waktu itu telah melakukan pelanggaran etik.
Sebelum putusan dibacakan, sejumlah pengamat telah menganalisis potensi yang ditimbulkan jika majelis hakim mengabulkan atau tidak mengabulkan putusan tersebut.
Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa hakim PTUN bisa ditangkap jika membatalkan pencalonan wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, karena bertentangan dengan konstitusi negara.
Jimly menegaskan jadwal pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober mendatang bersifat final, sehingga tak ada lagi lembaga atau pejabat yang bisa mengubah atau membatalkannya.
Jimly menambahkan, baik itu putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun Mahkamah Agung (MA) pun tak memiliki kewenangan untuk mengubah dan membatalkannya, termasuk untuk mempersoalkan keabsahan pasangan yang akan dilantik.
Menurut dia, keputusan final dan mengikat yang mutlak sudah berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK) serta sudah diatur tegas dalam Undang-Undang Dasar (UUD). Dengan demikian, lembaga seperti PTUN tidak berwenang mengubahnya.
“Kalau terjadi, misalnya PTUN memutus dengan perintah membatalkan, maka majelis hakimnya wajib ditangkap, diberhentikan, dan bahkan dipenjarakan dengan hukuman sangat terberat, karena telah berkhianat pada negara dengan melawan konstitusi negara,” tuturnya kepada Bisnis melalui pesan singkat, pada Rabu (9/10/2024).
Pakar Hukum yang juga pernah menjabat sebagai Ketua MK periode 2003-2008 ini turut mengingatkan bahwa putusan PTUN tingkat pertama, belum bersifat final, masih harus ada upaya hukum tingkat banding dan kasasi.
Prosesnya pun, lanjut Jimly, akan panjang dan pastinya akan melampaui hari pelantikan presiden dan wakil presiden pada Minggu, 20 Oktober mendatang.
“Maka, demi menjaga ketenangan umum dan memastikan peralihan pemerintahan yang damai dan konstitusional, janganlah putusan PTUN besok dikaitkan dengan jadwal pelantikan tanggal 20 Oktober, yang [bisa] menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu,” katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan jikapun memang ada hal yang ingin dipersoalkan berkenaan hal pribadi wakil presiden terpilih, hal itu bisa diproses sesuai aturan hukum yang berlaku setelah pelantikan berlangsung.
“Namun prosesnya bukan lagi melalui proses hukum biasa, melainkan melalui proses impeachment yang sudah diatur tegas tata caranya di UUD 45,” pungkas Jimly.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menekankan hasil dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada Kamis (10/10/2024) bakal menentukan nasib Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi Wakil Presiden (Wapres) terpilih periode 2024—2029.
Dia menilai apabila gugatan yang diajukan oleh PDIP terkait lolosnya Gibran Rakabuming sebagai calon wakil Presiden RI pada Pilpres 2024 diterima, maka putra sulung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu menjadi tidak sah untuk dilantik sebagai Wapres pada 20 Oktober 2024.
“Ya, tentu saja proses pencalonan wakil presiden menjadi tidak sah dan karena cacat administrasi dan dinyatakan tidak sah. Tentu implikasi Gibran tidak bisa dilantik karena punya masalah dengan syarat menjadi Wapres,” ujarnya.
Dia melanjutkan bahwa problematika bisa memiliki implikasi yang beragam. Salah satunya kasus akan makin panjang apabila pihak Gibran Rakabuming melakukan banding saat dinyatakan tidak sah menjadi wapres terpilih oleh PTUN.
Upaya banding, kata Fery, akan menimbulkan pertanyaan kepada publik terkait jalannya sistem tata negara soal keabsahan proses pelantikan lantaran dipicu proses hukum PTUN dilanjutkan dalam proses banding. Bahkan, dia menilai akan ada perdebatan panjang karena status Gibran yang belum tuntas tetapi sudah ada putusan di tingkat pertama yang menyatakan tidak sah.
"Jika upaya banding kemudian hari juga menyatakan setuju dengan pengadilan tingkat pertama, maka akan menimbulkan perkara lanjutan dengan kasasi," tuturnya.
Fery menilai proses ini memperlihatkan ada sengkarut luar biasa dalam proses pencalonan dari Gibran pada Pilpres 2024 sehingga pengadilan bakal menyatakan ada masalah dalam proses kontestasi politik akbar itu.
Namun, dia melanjutkan apabila Gibran tidak melakukan banding, maka Prabowo Subianto selaku presiden terpilih periode 2024—2029 memiliki kewenangan untuk mengajukan dua nama ke MPR untuk menggantikan Gibran menjadi Wapres. “Kalau banding tidak terjadi dan wapres tidak dilantik, maka Presiden yang terpilih yang baru akan mengajukan dua nama ke MPR untuk dipilih salah satunya menjadi Wapres,” pungkas Feri.
Sumber: bisnis
Foto: Gibran Rakabuming Raka/Net