Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai salah prosedur. Pakar Pidana Muzakir mengatakan hingga saat ini, tim penyidik Kejagung belum memiliki dua alat bukti terkait korupsi yang dituduhkan terhadap Tom dalam perkara pemberian izin impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
“Jadi menurut saya ini (penetapan tersangka Tom) salah prosedur. Karena kejaksaan, tidak bisa membuktikan adanya tindak pidana korupsi seperti yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1), maupun Pasal 3 (UU Tipikor),” kata Muzakir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (21/11/2024).
Muzakir mengatakan, dua alat bukti tersebut paling krusial menyangkut soal penghitungan kerugian keuangan negara. Menurut pengajar di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu, yang memiliki kewenangan dalam melakukan penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi, hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan hasil audit investigasi.
Kejagung, kata Muzakir tak menunjukkan bukti-bukti lain tentang tindak pidana yang dilakukan Tom dalam penerbitan perizinan impor gula tersebut. Karena dikatakan Muzakir, kebijakan Tom sebagai menteri perdagangan (mendag) tak bisa dipidana.
Muzakir menjadi salah-satu ahli yang diajukan tim pengacara, dalam persidangan praperadilan untuk Tom. Muzakir menerangkan, dalam riwayat penetapan Tom sebagai tersangka, pun sudah terlihat adanya cacat prosedur dalam penetapan tersangka. Muzakir, masih menguatkan tentang belum adanya hasil audit investigasi dari BPK, yang menyebutkan adanya kerugian keuangan negara atas satu perbuatan yang dilakukan Tom.
“Sampai hari ini, penyidik belum mengajukan. Punya nggak (bukti) kerugian keuangan negara hasil dari investigasi BPK itu?,” kata Muzakir.
Tanpa adanya hasil audit resmi dari BPK tersebut, kata Muzakir, penyidik Kejagung semestinya tak gegabah dalam menetapkan Tom sebagai tersangka. Atau kata Muzakir, penyidik dapat menunda peningkatan status hukum tersebut sambil meminta BPK melakukan audit.
Muzakir melanjutkan, jikapun perbuatan seorang penyelenggara negara yang dinilai terindikasi pidana, namun tak ada bukti kerugian keuangan negara dari penghitungan BPK, jeratan korupsi oleh penyidik tersebut patut dinilai cacat prosedur.
“Urutannya itu, audit, ke terjadi kerugian negara produk BPK. Kalau tidak ada, nggak usah diproses dulu,” ujar Muzakir.
Menurutnya, yang dialami Tom saat ini, tim Kejagung membalik proses penyidikan. “Kalau tidak ada tindak ada dua alat bukti, berarti tidak ada tindak pidana. Kalau tidak ada tindak pidana, tidak ada tersangka. Tetapi kalau dibalik, tersangkanya dulu, tindak pidananya nanti dicari, kerugian keuangan negaranya nanti. Itu nggak boleh, itu subjektif, dan itu salah,” ujar Muzakir.
Dalam keterangan di sidang praperadilan hari ini, Tom Lembong mengatakan tak pernah ada permasalahan hukum dalam kebijakan impor gula selama dirinya menjabat sebagai menteri perdagangan (Mendag) 2015-2016. Bahkan dikatakan dia, impor gula yang dilakukan pada periodenya, atas pertimbangan dan konsultasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya dan jajaran saya semua, membuat kebijakan secara transparan, dipertimbangan ke berbagai pihak, termasuk Bapak Presiden (Jokowi), menteri koordinator yang membawahi, sampai dengan Kapolri dan KSAD,” kata Tom.
Hakim tunggal praperadilan, Tumpanul Marbun menghadirkan Tom melalui daring untuk didengarkan penjelasannya tentang kasus yang menyeretnya saat ini. Tom dihadirkan sebagai tersangka, dan pihak pemohon praperadilan.
Tom menjelaskan, jika yang menjadi permasalahan hukum oleh Kejagung saat ini menyangkut soal korupsi pemberian izin impor gula, tentunya hal tersebut sudah dipermasalahkan sejak dirinya menjabat. Karena menurut dia dalam penanganan korupsi, sebelum penyidikan akan dilakukan proses audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ataupun Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Akan tetapi, dikatakan dia, selama dirinya menjabat sebagai mendag, tak pernah dirinya, pun kementeriannya ketika itu menjadi objek penyelidikan dan investigasi BPK, maupun BPKP. Terutama, kata Tom, terkait dengan audit dalam masalah gula.
“Saya tidak pernah terima teguran, atau sanksi dari pihak manapun. Dan tidak pernah menjadi objek nvestigasi, termasuk BPKP, ataupun BPK. Dan tidak pernah diminta untuk klarifikasi atas kebijakan saya sebagai menteri perdagangan,” ujar Tom.
Dan masih terkait soal keputusan impor gula, Tom meyakinkan, kebijakan tersebut bukan sepihak atas kemauannya sendiri. Melainkan dikatakan dia, kebijakan impor gula tersebut atas pertimbangan dari Presiden Jokowi saat itu yang menghendaki penanganan harga pangan, dan stok nasional.
“Dengan segala keputusan dan kebijakan, termasuk impor gula yang sekarang dipermasalahkan, saya senantiasa utamakan kepentingan masyarakat dan menjalankan perintah presiden sebagaimana tertuang dalam diskusi di berbagai sidang kabinet. Satu tahun saya menjabat sebagai mendag, harga dan kecukupan stok pangan menjadi salah-satu keprihatinan utama Bapak Presiden Jokowi sehingga saya sering berkonsultasi dengan beliau, formal-dan informal termasuk permasalahan impor,” kata Tom.
Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka pada Selasa (29/10/2024) lalu. Penetapan tersangka tersebut terkait dengan korupsi dalam pemberian izin impor gula di Kemendag 2015-2023.
Saat mengumumkan Tom sebagai tersangka, Kejagung menyatakan kerugian keuangan negara dari perbuatan tersebut senilai Rp 400 miliar. Akan tetapi, Kejagung tak menjelaskan nilai kerugian keuangan negara tersebut bersumber dari penghitungan lembaga mana.
Sumber: republika
Foto: Menteri Perdagangan tahun 2015-2016 Thomas Lembong/Net