Italia mengumumkan pada Jumat (22/11) bahwa negara-negara G7 akan mendiskusikan surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap pejabat otoritas Israel, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, dalam pertemuan Menteri Luar Negeri yang akan diselenggarakan pada 25 November.
"Kami menghormati dan mendukung Mahkamah Pidana Internasional, tetapi kami percaya bahwa perannya harus bersifat hukum dan bukan politik," kata Menteri Luar Negeri Italia, Antonio Tajani, saat konferensi pers di Turin, Italia utara.
"Kami akan mempelajari dokumen-dokumen tersebut untuk memahami dasar keputusan pengadilan," lanjutnya.
Tajani memberikan komentar mengenai surat perintah penangkapan tersebut dan pertemuan G7 mendatang, yang dipimpin oleh Italia minggu depan.
Percakapan para menteri luar negeri dari negara-negara G7, termasuk AS, Jerman, Prancis, Kanada, Inggris, Italia, dan Jepang, akan berlangsung di kota Anagni dan Fiuggi pada 25-26 November, tuturnya.
"Para Menteri Luar Negeri G7 akan memulai diskusi di Fiuggi pada Senin (25/11), dan kami akan mengambil keputusan bersama sekutu kami. Ini adalah kebijakan yang telah digariskan oleh Perdana Menteri kami (Giorgia Meloni), dan saya ditugaskan untuk melaksanakannya," ujar Tajani.
Pada Kamis (21/11), ICC mengumumkan bahwa mereka telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant sehari sebelumnya "atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan sejak setidaknya 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024," ketika jaksa ICC, Karim Khan, meminta surat perintah tersebut.
Mahkamah juga secara bulat menolak tantangan Israel terkait yurisdiksi berdasarkan pasal 18 dan 19 dari Statuta Roma.
Mahkamah menyatakan bahwa mereka telah "menemukan alasan yang kuat" untuk percaya bahwa Netanyahu dan Gallant memikul tanggung jawab pidana" atas "kejahatan perang berupa kelaparan sebagai metode peperangan; serta kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya.
Surat perintah ini dikeluarkan saat serangan Israel yang dianggap genocidal di Jalur Gaza baru-baru ini memasuki tahun kedua, mengakibatkan kematian 44 ribu warga Palestina, mayoritasnya adalah perempuan dan anak-anak.
Serangan Israel telah menyebabkan pengungsian hampir seluruh populasi wilayah tersebut, di tengah blokade yang berlangsung dan disengaja, yang telah mengakibatkan kekurangan parah dalam makanan, air bersih, dan obat-obatan, sehingga mendorong penduduk ke ambang kelaparan.
Sumber: suara
Foto: Benjamin Netanyahu. (Foto: AFP)