Bahlil Sebut Potensi Subsidi BBM dan Listrik Tidak Tepat Sasaran Senilai Rp 100 Triliun -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Bahlil Sebut Potensi Subsidi BBM dan Listrik Tidak Tepat Sasaran Senilai Rp 100 Triliun

Rabu, 06 November 2024 | November 06, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-11-06T03:16:29Z

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan bahwa ada nilai subsidi energi yang berpotensi tidak tepat sasaran. Nilai subsidi yang tak tepat sasaran ini mencapai Rp 100 triliun dari total alokasi subsidi dan kompensasi energi tahun ini yang sebesar Rp 435 triliun.

“Kurang lebih sekitar 20-30 persen subsidi BBM dan listrik itu berpotensi tidak tepat sasaran, dan itu gede angkanya, kurang lebih Rp 100 triliun,” ujar Bahlil di Jakarta, Senin, 4 November 2024.

Lebih lanjut, Bahlil mengatakan bahwa adanya subsidi dari pemerintah bertujuan untuk disalurkan kepada warga yang berhak menerima subsidi. “Tidak mau kan subsidi yang harusnya itu untuk saudara-saudara kita yang ekonominya belum bagus, kemudian malah diterima oleh saudara-saudara kita yang ekonominya sudah bagus,” ujarnya.

Kementerian ESDM mengatakan bahwa mereka menemukan potensi penyaluran subsidi energi yang tidak tepat sasaran dari berbagai laporan PLN, Pertamina, dan BPH Migas. Oleh sebab itu, untuk mengatasi persoalan tersebut, politikus Golkar ini mengatakan bahwa Presiden Prabowo telah membentuk Tim Khusus Subsidi yang dipimpin oleh dirinya. Tim ini nantinya bekerja untuk menemukan solusi terkait penyaluran subsidi energi yang tidak tepat sasaran itu.

Lebih lanjut, Bahlil mengatakan bahwa saat ini Kementerian ESDM masih mengkaji skema subsidi BBM ke depannya. Penggantian model subsidi menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) menurutnya pun masih menjadi kajian internal kementerian. Ditambah lah, lanjut Bahlil, bahwa saat ini juga masih menunggu laporan dari Pertamina dan BPH Migas terkait formulasi subsidi BBM.

“Karena kita harus hati-hati karena kita harus menunggu laporan dari teman-teman. Dari Pertamina dan BPH Migas,” katanya.

Tidak hanya itu, Menteri ESDM ini memastikan bahwa BLT memang menjadi opsi yang juga ikut dikaji dan merupakan opsi yang terdepan untuk direalisasikan. Ia juga mengatakan saat ini mempertimbangkan untuk tidak mencabut subsidi bagi kendaraan umum.

“BLT ini adalah salah satu opsi dan akan diputuskan nanti pada hari yang depan. Dan opsinya saya pikir, opsinya lebih mengerucut ke sana (BLT),” sambungnya. Bahlil juga menambahkan bahwa pendataan penerima subsidi tepat sasaran ditargetkan akan rampung paling lama kuartal pertama tahun 2025.

Sementara itu, Penasihat Khusus Presiden Utusan Ekonomi, Bambang Brodjonegoro mendukung mengenai skema perubahan subsidi BBM menjadi BLT. Dirinya menilai bahwa perubahan skema ini perlu dilakukan karena subsidi BBM saat ini tidak lagi efektif dan cenderung kurang tepat sasaran.

“Subsidi BBM itu basisnya harga. Jadi cuma membedakan antara berapa biaya produksi dengan harga jual. Nah, ketika harga jualnya di bawah biaya produksi, maka pemerintah harus subsidi. Memang sudah ditentukan hanya Pertalite, tapi kan problemnya adalah salah sasaran,” kata Bambang saat konferensi pers Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024 di Jakarta, Senin, 4 November 2024.

“Subsidi BBM itu basisnya harga. Jadi cuma membedakan antara berapa biaya produksi dengan harga jual. Nah, ketika harga jualnya di bawah biaya produksi, maka pemerintah harus subsidi. Memang sudah ditentukan hanya Pertalite, tapi kan problemnya adalah salah sasaran,” kata Bambang saat konferensi pers Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024 di Jakarta, Senin, 4 November 2024.

Di konferensi pers, Bambang juga mengatakan bahwa skema subsidi BLT nantinya disalurkan langsung ke keluarga yang membutuhkan dan jauh lebih efektif. Sementara, skema subsidi BBM yang berjalan saat ini, kata Bambang, justru kerap dinikmati oleh masyarakat yang mampu.

Selanjutnya, Ia juga mengatakan dengan adanya skema pemberian subsidi yang baru ini nantinya, masyarakat diharapkan tidak khawatir mengenai risiko daya beli masyarakat yang menurun. Musababnya, menurutnya pemerintah nantinya mampu menjaga daya beli masyarakat agar tidak terganggu sehingga meminimalkan risiko terjadinya inflasi.

Sumber: tempo
Foto: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia/Net
×
Berita Terbaru Update
close