JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Kepala Bagian Protokol Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan Rensi Sitorus (RS) soal keberadaan Gubernur Sahbirin Noor.
Hal yang sama juga didalami penyidik terhadap beberapa saksi, yakni pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov Kalsel Gusti Muhammad Insani Rahman, pramusaji di kediaman Gubernur Sahbirin bernama Ismail, pihak swasta bernama Hamdani, dan Ketua RT bernama Muhammad Sukini.
"Penyidik mendalami pengetahuan mereka terkait keberadaan tersangka gubernur (Sahbirin Noor) saat ini," kata Tim Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Pemeriksaan terhadap para saksi tersebut dilakukan penyidik KPK bertempat di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalsel pada Selasa (5/11).
Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB) saat ini tidak diketahui keberadaannya setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa terkait tiga proyek pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan. Sahbirin ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya.
Penyidik komisi antirasuah saat ini sedang memanggil dan memeriksa sejumlah saksi untuk dimintai keterangan soal keberadaan Sahbirin Noor.
Para tersangka lain dalam perkara tersebut adalah Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL), Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kalimantan Selatan Yulianti Erlynah (YUL), Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), dan Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean (FEB).
Selain itu, masih ada dua tersangka lainnya yang berasal dari pihak swasta, yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND).
Proyek yang menjadi objek perkara tersebut adalah pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai Rp9 miliar.
Keenam orang yang berstatus sebagai penyelenggara negara tersebut dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan dua pihak swasta tersebut dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. I tar