JAKARTA-Pengamat politik Rocky Gerung menyampaikan kritik tajam terhadap keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak menganggap penggunaan jet pribadi oleh anak presiden sebagai bentuk gratifikasi.
Menurut Rocky Gerung keputusan KPK ini bukan hanya tidak masuk akal tetapi mencerminkan kebijakan yang absurd dalam menangani dugaan gratifikasi pada lingkaran keluarga pejabat tinggi.
Rocky Gerung menjelaskan bahwa penggunaan "kartu keluarga terpisah" sebagai dasar keputusan KPK adalah alasan yang terlalu teknis dan menutup mata terhadap prinsip "sphere of influence" atau lingkup pengaruh.
"Kalau sudah begini hanya satu kata yang cocok, dungu!" tegas Rocky Gerung yang dikutip dari youtube pribadinya.
Menurutnya KPK telah menggunakan logika yang terkesan direkayasa demi menyesuaikan definisi gratifikasi agar kasus tersebut seolah tidak memenuhi kriteria hukum.
"Masalah gratifikasi bukan sekadar siapa yang tinggal satu rumah tetapi siapa yang berada di bawah pengaruh kekuasaan seorang pejabat tinggi apalagi presiden," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa selama seseorang masih berada dalam lingkaran pengaruh kekuasaan potensi gratifikasi tetap ada.
"Anak-anak pejabat punya akses dan pengaruh yang luas. Ini soal relasi kuasa, bukan hanya soal administrasi keluarga," kata Rocky Gerung.
Keputusan KPK ini juga dianggap sebagai "preseden buruk" bagi penegakan hukum di Indonesia.
Rocky Gerung mengatakan banyak kasus serupa di mana KPK menganggap hadiah sebagai gratifikasi meskipun tidak ada hubungan langsung dalam administrasi keluarga.
"Kalau guru saja diberi hadiah dianggap gratifikasi, kenapa ini justru tidak?" sindir Rocky Gerung.
Menurutnya keputusan KPK ini justru bisa memicu opini publik yang lebih buruk terhadap lembaga anti-korupsi itu.
"Lalu kalau mau sogok pejabat ya kasih saja ke anaknya biar aman," tambah Rocky Gerung.
Rocky Gerung mendorong KPK untuk lebih proaktif mengedukasi masyarakat mengenai kasus-kasus gratifikasi yang melibatkan pejabat publik khususnya yang berkaitan dengan keluarga.
Menurutnya KPK seharusnya menerapkan konsep "judicial activism" untuk memperluas pemahaman publik tentang praktik gratifikasi yang tak kasat mata.
"Keputusan KPK seharusnya mampu mengajarkan prinsip moral. Kalau KPK cuma pakai alasan teknis seperti 'kartu keluarga', di mana pendidikan etisnya?" ucap Rocky Gerung.
Rocky Gerung juga menyarankan agar pemerintah meninjau kembali kepemimpinan KPK terutama yang tidak punya pemahaman etik dalam kasus-kasus sensitif semacam ini.
"Kalau KPK gagal menjelaskan isu dengan pendekatan yang etis, wajar saja kalau kepercayaan publik makin turun," tandasnya.
Rocky Gerung mengingatkan bahwa tanggung jawab KPK adalah lebih dari sekadar OTT.
"Seharusnya KPK hadir sebagai lembaga etika yang kuat dan berperan dalam mendidik publik. Bukan hanya lembaga teknis yang hanya bicara soal kartu keluarga," pungkas Rocky Gerung. I bns