Perusahaan asal Singapura Mitora Pte. Ltd mengajukan pembatalan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang memenangkan anak-anak Soeharto atau keluarga Cendana atas kasus wanprestasi.
Konflik bermula saat Yayasan Purna Bhakti Pertiwi milik anak-anak Soeharto tidak memenuhi janji membayar tuntutan atas gugatan Mitora di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2018.
Dalam kesepakatan pihak Mitora mencabut gugatan di tahun 2018. Perjanjian terlampir dalam surat tugas dari Soehardjo Soebardi, serta turut tertera logo dari Yayasan Harapan Kita.
Dalam surat tugas tersebut Yayasan Harapan Kita menyampaikan bakal mengambil alih kewajiban pembayaran dari Yayasan Purna Bhakti Pertiwi. Nominal yang tertulis di surat tugas sebesar Rp 104 miliar.
Kuasa Hukum Mitora, OC Kaligis, menyampaikan bahwa permohonan arbitrase dengan dalil bahwa Mitora telah melakukan cidera janji atau wanprestasi terhadap Perjanjian Kerjasama Nomor 13 tertanggal 7 April 2014 dan telah terregister dengan Nomor perkara: 47013/11/ARB-BANI/2024 adalah kekeliruan besar.
"Padahal faktanya jauh sebelum mengajukan permohonan arbitrase, kami telah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap yayasan dengan register perkara No. 952/G/2018/PN.Jkt.Sel. melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam proses persidangan ternyata yayasan meminta kami untuk mencabut gugatan dan menyelesaikan permasalahan hukum secara damai," ujar OC Kaligis dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu 20 November 2024.
OC Kaligis juga menjelaskan, pihak Yayasan telah mengakui akan membayar senilai Rp 104 milliar lewat surat tugas Soehardjo Soebardi, dalam bentuk utang karena terjadinya wanprestasi yang dilakukan kepada Mitora. Diketahui, pengurus Yayasan Purna Bhakti Pertiwi yakni Siti Hardianti Hastuti Rukmana (Tutut) sebagai ketua umum, Bambang Trihatmojo sebagai sekretaris umum, dan Siti Hediati Hariyadi (Titiek) sebagai bendahara umum.
"2018 kami menerima agar permasalahan ini selesai secara kekeluargaan, akan tetapi yayasan hanya membayar sebesar 16 milliar dan 14 milliar sehingga masih tersisa 74 milliar lagi yang hingga saat ini belum dibayarkan kepada Mitora," kata OC Kaligis.
Pengakuan utang Rp 104 milliar oleh Yayasan terdapat di dalam Surat Tugas No. 01/Pem-YHK/ST/VI/2019 tertanggal 3 Juli 2019.
"Faktanya Mitora telah kurang lebih 4 kali mengajukan gugatan sejak 2018, tetapi ditahun 2024 justru Yayasan mengajukan perkara BANI dengan nomor perkara 47013/I/ARB-BANI/2024 terhadap Mitora dengan dasar wanpresatasi, tanpa dasar yang jelas dan melanggar prosedur, seperti uang perkara yang harusnya Mitora bayar, dibayarkan oleh yayasan agar cepat diputus oleh BANI," terang OC Kaligis.
Dalam putusan BANI tertanggal 13 September 2024 dinyatakan bahwa Mitora wanprestasi dan akta perjanjian batal demi hukum, sekaligus Mitora harus membayar dana talangan kepada Yayasan Rp15 milliar.
OC Kaligis mengomentari secara keras, perjanjian kerjasama pengelolaan komersial ini dilakukan oleh kebaikan bersama kedua belah pihak, akan tetapi di tengah jalan Yayasan memutus perjanjian secara sepihak, sehingga 2018 Mitora gugat.
"Ya memang Mitora sudah lebih dari empat kalinya ke pengadilan melawan yayasan milik anak-anak Presiden Soeharto ini, 2018, 2021, 2024, sehingga saat ini kami ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk membatalkan putusan BANI yang banyak tipu muslihat dan banyak kejanggalan. Karena UU Arbitrase, jurisprudensi MA, dan putusan MK pun mengamini putusan BANI dapat dibatalkan apabila memenuhi beberapa unsur," ungkap OC Kaligis.
Sumber: rmol
Foto: Pengacara Mitora, OC Kaligis/Net