Kondisi maskapai penerbangan nasional, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dinilai masih akan sulit meski posisi direktur utama telah dirombak oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Menurut pengamat penerbangan, Gatot Raharjo, Garuda telah menghadapi persoalan yang kompleks sejak melantai di bursa saham pada 2011 lalu, karena harus menjalankan peran sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan entitas bisnis swasta.
“Garuda itu sejak IPO memang kondisinya lebih rumit karena sebagai BUMN dia harus melaksanakan tugas-tugas dari negara, di sisi lain dia juga dimiliki swasta sehingga harus berperilaku juga sebagai maskapai swasta yang berorientasi bisnis,” kata Gatot kepada Kantor Berita Politik RMOL pada Senin 18 November 2024.
Gatot menyoroti bahwa salah satu hambatan utama yang dihadapi Garuda yaitu tingginya biaya operasional penerbangan di Indonesia yang mengakibatkan maskapai pelat merah ini terus mencatat kerugian.
Kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut meski Erick Tohir telah mencopot Eks Direktur Utama Irfan Setiaputra, dan mengangkat Wamildan Tsani Panjaitan, mantan Plt CEO Lion Air sebagai Dirut Garuda yang baru dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
“Jadi sebenarnya siapapun yang jadi Dirut Garuda, dia akan dihadapkan pada persoalan tingginya biaya penerbangan dan pertentangan antara kepentingan bisnis dan tugas negara,” ujar Gatot.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal III tahun 2024, Garuda Indonesia mencatat kerugian bersih sebesar 101,65 juta dolar AS, atau setara Rp1,5 triliun, pada semester pertama tahun ini.
Sumber: suara
Foto: Menteri BUMN Erick Thohir dan Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani Panjaitan/Net